KEBON SIRIHMEGAPOLITAN

Abraham Lunggana: Merajut Sukses dengan Investasi Sosial

Abraham Lunggana-foto jakrev.com
Abraham Lunggana-foto jakrev.com

Tak ingin merepotkan kedua orang tuanya, Lulung memilih mandiri sejak kecil. Terus berjuang dan jangan berhenti adalah moto hidupnya. Investasi sosial adalah kiat suksesnya. Hasilnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini kini mendulang sukses di ranah bisnis dan politik.

Jakarta Review – Abraham Lunggana SH atau Haji Lulung begitu ia biasa disapa dikenal keluarga dan kerabatnya sebagai sosok lelaki yang pantang menyerah dan sangat mencintai keluarganya. Karakter tersebut terbentuk sejak ayahnya meninggal dunia. Saat itu Lulung sudah mengambil alih peran sang ayah dengan membantu sang ibu menafkahi keluarganya.

Lulung memiliki garis keturunan betawi dari ibundanya yang bernama Dedeh. Sang ibu hanyalah ibu rumah tangga biasa yang masih memiliki keturunan dari KH. Abdullah Syafiie, pendiri Perguruan Islam Asy-Syafiiyyah, sementara ayahnya (alm) Ibrahim Tjilang adalah lelaki asal Banten yang berprofesi sebagai tentara BKR/TNI dengan pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu). Sang ayah meninggal dunia sejak tahun 1975. Saat itu Lulung masih berusia 16 tahun dan masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena seorang tentara BKR, sang ayah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jadi biar kaya gini, jangan salah ane masih keturunan anak pahlawan, ujar Lulung bangga.

Sang ayah hanyalah seorang tentara yang hidupnya sederhana sehingga ketika wafat, tidak meninggalkan banyak harta. Saya ini memiliki banyak saudara kandung, saat ayah meninggal, kehidupan keluarga kami sangat prihatin. Karena nggak tega dengan keadaan itu, akhirnya saya berhenti sekolah. Sejak itulah saya membantu ibu mencari nafkah dengan menjadi pemulung untuk untuk menghidupi delapan dari sebelas saudaranya yang masih ada, tutur anak ketujuh dari sebelas bersaudara ini.

Lantaran konsentrasi membantu sang ibu bekerja menafkahi keluarganya, Lulung akhirnya berhenti sekolah selama tiga tahun. Ketika itu ia sudah duduk dibangku kelas 1 STM. Baru tiga tahun kemudian, pada tahun 1978, Lulung kembali melanjutkan sekolah ke STM di YPMII di daerah Pasar Jumat. Tiap pagi saya sholat subuh terus langsung cari uang dengan mengais sampah, kardus dan besi di pasar Tanah Abang, hasilnya saya kasih ke ibu. Alhamdulillah tiga tahun kemudian akhirnya saya bisa sekolah lagi. Jadi saya enam tahun di SMA, kenang Lulung berkisah.

Investasi Sosial

Sejak kecil Lulung sudah berfikir untuk bisa menikmati perputaran uang sebesar satu persen yang ada di Tanah Abang. Sebagai kawasan sentra ekonomi, perusahaan yang beroperasi di Tanah Abang tentu banyak membutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia). Nah dengan mengusung konsep investasi sosial, Lulung berhasil meyakinkan banyak perusahaan yang beroperasi di Tanah Abang untuk bisa menyerap SDM lokal.

Sebelum diserap, membekali SDM tersebut dengan berbagai keterampilan, misalnya sablon, service handphone, sebelum ada Hp kita melakukan pembersihan telepon-telepon yang dipertokoan, menjual kantong kresek, tali rapiah, pelatihan sekuriti dan sejumlah kegiatan lainnya. Hasilnya perusahaan tersebut bisa meraih dua keuntungan sekaligus. Pertama bisa memperoleh dengan mudah SDM yang dibutuhkan. Kedua, karena banyak menyerap SDM lokal, keamanan dan ketertiban diperusahaan menjadi lebih terjamin. Saya sadar Tanah Abang itu adalah sentra ekonomi, karena itu kalau daerah sentra ekonomi ini bisa bermanfaat dengan memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitarnya, tentu dengan sendirinya masyarakat sekitar akan membantu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut, ungkap tokoh yang sangat mengidolakan Husni Thamrin ini.

Dengan mengusung konsep investasi sosial tersebut usaha Lulung perlahan-lahan semakin maju. Apalagi konsep tersebut mendapat kepercayaan dari para pengusaha di Tenabang. Karirnya mulai menanjak ketika dia memulai usahanya di bidang jasa pengamanan di Tanah Abang. Dia mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan bidang Lulung, yaitu jasa keamanan, perparkiran, dan perwakilan (penagihan utang).

Setelah sukses menjadi pengusaha, Lulung kemudian terjun ke dunia politik. Ia aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketika PPP pecah, ia diajak untuk mendirikan Partai Bintang Reformasi (PBR) dan ia terpilih sebagai Ketua Umum DPC PBR Jakarta Barat. Setelah Pemilu 2004, teman-temannya di PPP mengajaknya untuk kembali ke PPP. Gayung pun bersambut. Saya terjun ke politik diajak oleh almarhum KH Zaenudin MZ, ujar lulung.

Karir politiknya di PPP semakin bersinar ketika ia menjadi Ketua Umum DPC PPP Jakarta Pusat dan pada Pemilu 2009, ia terpilih menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dengan mendapatkan suara terbanyak. Ia kemudian terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Ia juga menjabat Ketua Umum DPW PPP DKI Jakarta.

Namun sebelum terjun ke politik, Lulung sejak lama ia sudah ikut kegiatan organisasi dan politik. Untuk organisasi, ia aktif di PPM, AMPI, Karang Taruna bahkan turut mendirikan ormas Gerak Betawi dan menjadi Sekretaris Jenderal Bamus Betawi.

Berbagai jabatan organisasi diembannya. Sebelum terpilih sebagai Ketua DPW PP DKI Jakarta, dia adalah Ketua DPC PPP Jakarta Pusat. Dia juga dikenal sebagai Ketua Pemuda Panca Marga DKI Jakarta dan Sekretaris Umum Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Di luar itu, dia juga dikenal sebagai tokoh Tanah Abang yang disegani. Sekitar 2000 orang telah berhimpun padanya, dan disalurkan menjadi tenaga kerja produktif di berbagai sentra bisnis Tanah Abang.

Dukung Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi

Sebagai Wakil Ketua DPRD dan politisi Betawi, Lulung menyambut baik lahirnya rancangan peraturan daerah (raperda) Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pasalnya secara hukum beleid tersebut sangat menghargai orang Betawi dan budaya Betawi menjadi tuan di daerahnya sendiri.

Baginya masyarakat betawi memang layak mendapatkan apresiasi. Apalagi selama ini meskipun harus tergusur masyarakat betawi lanjut Lulung sangat mendukung pembangunan fisik Jakarta yang telah menjadi ibukota negara. Walaupun harus terpinggirkan dan tergusur ke pinggiran kota Jakarta, mereka ikhlas mendukung perkembangan Jakarta yang hasilnya kini dapat dirasakan oleh banyak orang. Jadi mereka sama sekali nggak merasa termarginalkan, jelas Lulung.

Karena itu Lulung mendukung terbitnya Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi ini. Ia juga berharap dengan disahkannya Perda tersebut dapat meningkatkan pelestarian budaya Betawi di Jakarta. Banyak hal positif dari Perda yang terdiri dari 10 bab dan 49 pasal ini. Apalagi materi dari isi Perda ini antara lain mengatur tentang pelestarian kebudayaan betawi yang diselenggarakan melalui pendidikan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan, pembinaan dan pengawasan, papar Lulung.

Selain itu, yang lebih positif lagi, perda ini juga menyebutkan kalau pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pelestarian kebudayaan Betawi yang dianggap hampir punah. Pemerintah daerah juga diminta untuk menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi. Industri kecil kerajinan dan makanan khas Betawi juga wajib dikembangkan. Jakarta adalah kota urban dan potretnya Indonesia. Konsekuensinya, kita nggak bisa menghindari banyaknya budaya dari banyak suku lain di Indonesia yang masuk ke Jakarta, karena itulah Perda ini menjadi penting, pungkas Lulung. (win)

Back to top button