ASAL-USUL

Menyimak Sejarah Kebon Sirih

Kawasan ini pernah menjadi daerah garis pertahanan

Kebon Sirih1890/ foto : alwishahab.worpress.com
Kebon Sirih1890/ foto : alwishahab.worpress.com

Jakrev.com – Nama Kebon Sirih tak asing lagi di Jakarta. Tempat ini menjadi wilayah premium berkumpulnya sentra bisnis sekaligus pusat pemerintahan. Siapa nyana, di tempat ini sang penjahat legendaris melancarkan aksi kejahatannya.

Kebon Sirih sendiri kini masuk dalam kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, yang merupakan salah satu kawasan terpenting di Ibu Kota. Di tempat ini ada perkantoran pemerintahan seperti Balaikota Pemprov DKI Jakarta, gedung DPRD DKI, gedung Dewan Pers/PWI Pusat serta tempat wisata terkenal yaitu Jalan Jaksa. Ada pula berbagai perkantoran seperti kantor berkumpulnya para jurnalis di MNC Media Group.

Zaenuddin HM, dalam buku karyanya berjudul “212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe,” setebal 377 halaman yang diterbitkan Ufuk Press pada 2012 menjelaskan nama Kebon Sirih awalnya tanah perkebunan yang banyak tumbuh tanaman sirih (chaviva densa miq). Pada masa itu sirih banyak banyak dikonsumsi termasuk untuk pengobatan, terutama para wanita tua yang biasa mengunyah sirih atau “makan sirih,” bersama pinang, gambir dan kapur sirih. Namun, kini, sirih lebih banyak hanya sebagai perlengkapan upacara adat dalam etnis Betawi, khsuusnya dalam upacara ngelamar calon istri.

Sekitar pertengahan abat ke-19, Kebon Sirih oleh orang-orang Belanda biasa disebut de nieuwe weg achter het Koningsplein atau Jalan baru di belakang Koningsplein. Kemudian karena di sana tinggal seorang hartawan yang dermawan bernama KF Holle, mula-mula biasa pula disebut Gang Holle, terus berkembang sesuai perkembangannya menjadi Laan Holle, walau nama resminya Sterreweg.

Dalam perkembangannya hingga pasca kemerdekaan Indonesia, kawasan tersebut lebih dikenal dengan mana Kebon Sirih.

Satu abad silam, atau eran 1890-an, jalan ini banyak pohon asem yang rindang terdapat rumah-rumah besar dengan pekarangan luas. Karena lebatnya pohon asem sebagai peneduh jalan, di dekat Kebon Sirih di zaman Belanda disebut Tamarindelaan (Jl Asem).

Dari namanya, kawasan ini dinamakan Kebon Sirih, tanaman merambat yang sampai 1960-an sangat digemari terutama oleh ibu-ibu untuk dikunyah disertai kapur, pinang, dan gambir. Istilahnya makan sirih dan bila kita bertamu ke rumah-rumah terdapat tempat sirih dan tempolong untuk membuang ludah yang berwarna merah untuk kemudian mulut digosok-gosok dengan tembakau untuk membersihkannya yang disebut nyisik.

Kawasan Kebon Sirih pernah dijadikan defensilijn (garis pertahanan) Gubernur Jenderal Van Den Bosh pada abad ke-19 sampai ke daerah Senen, Bungur dan Galur yang kini sudah berubah fungsi jadi jalan umum. Pada masa itu, Kebon Sirih oleh orang-orang Belanda disebut de neuwe weg achtger het Koningsplein atau ‘alam baru di belakang Koningsplein (kini Monas)’.

Kemudian karena di sana seorang hartawan bernama KF Holle disebut Gang Holle. Dalam perkembangan selanjutnya menjadi Laan Holle walaupun resminya Sterreweg. Di sini pernah seorang Yahudi –yang ketika itu cukup banyak di Batavia –mendirikan sebuah hotel.

Di Jalan Kebon Sirih Timur kita akan menjumpai perajin jok yang sudah turun menurun sejak kakek dan orang tua mereka. Kerajinan jok yang tampak sepi sekarang ini dulu bekerjasama dengan PT Astra sebagai anak angkat perusahaan mobil terbesar di Indonesia ini.

Selain itu, di Kebon Sirih inilah Kusdi Kasdut sebelum melakukan perampokan emas di Museum Nasional, pernah membunuh seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened pada 1960-an. Kusni Kasdut dalam aksinya ditemani oleh Bir Ali anak Cikini. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan, Awab Alhajiri. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembak dari jeep oleh penjahat ini. Peristiwa ini sangat menggemparkan kala itu. (Renold Rinaldi)

Related Articles

Back to top button