Biro Hukum DKI Siap Dampingi PNS Grogi Saat Diperiksa Bareskrim
Jakarta Review – Adanya kasus dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) yang ditangani Bareskrim Mabes Polri berpotensi menyeret banyak PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Dengan begitu Biro Hukum DKI menyatakan siap untuk melakukan pendampingan bagi siapa saja jajaran PNS DKI membutuhkan pendampingan hukum jika hendak diperiksa Bareskrim.
“Kami garis bawahi pendampingan hukum ini bukan pembelaan seperti pengacara pada umumnya. Pendampingan yang kami maksud adalah pendampingan bagi mereka yang grogi saat diperiksa,” jelas Kepala Bidang Pelayanan Hukum DKI, Solafide Sihite di Balai Kota Jakarta, Kamis (7/5/2015).
Solafide menjelaskan, dalam pasal 13 Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di lingkungan Kementiran Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Biro hukum kata dia wajib memberikan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkaran pidana yang dilakukan oleh Gubernur/ Wakil Gubernur dan CPNS/PNS provinsi.
Kendati demikian, lanjut Solafide, pihaknya kekurangan Sumber Daya manusia (SDM) khusunya dalam melayani pendampingan hukum tersebut. Saat ini, sedikitnya ada sembilan orang yang menangani pelayanan hukum. Padahal, idealnya SDM itu dibutuhkan sekitar 20 orang.
“Pengacara swasta itu satu kasus bisa ditangani lima orang. Nah orang hukum kami satu orang menangani 2-3 kasus. Hampir 80 persen perkara yang dihadapi biro hukum terkait masalah aset DKI. Sementara 20 persennya menyangkut soal kepegawaian. Kurangnya SDM tersebut membuat Pemprov DKI banyak kalah di pengadilan,” jelasnya.
Dalam perkara ini, Bareskrim Mabes polri telah menetapkan dua tersangka dari anak buah Ahok, yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman. Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Sedangkan Zaenal Soleman saat menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat.
Keduanya dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP.
Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso memastikan unsur tersangka tak hanya berasal dari eksekutif saja, melainkan dari legislatif dan pihak swasta. Namun, Budi mengaku sangat berhati-hati mengusut kasus korupsi tersebut sehingga proses penetapan tersangka dari unsur lainnya membutuhkan waktu yang tak singkat. (oki)