Dengar Rencana Gubernur Dipilih Presiden, Lulung Berang
” Mana hak politik rakyat? Mana hak azazi manusia masyarakat Jakarta?
JAKARTA REVIEW – Tanah Abang – Beredar kabar, kalau Gubernur DKI Jakarta akan ditunjuk oleh Presiden RI. Sejumlah pihak sedang berupaya memuluskan rencana ini, sehingga tak ada lagi pemilihan umum kepala daerah bagi Ibu Kota Negara. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana pun berang.
Kepada Jakarta Review, politisi PPP ini mendengar kabar rencana pemilihan langsung Kamis (2/7/2015) tadi. Cara memuluskan rencana tersebut baginya lewat upaya perubahan atau amandemen UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI. ” Sekarang sudah ada yang merancang Gubernur pun begitu. Dengan pertimbangan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Ini tidak bisa dibiarkan,” jelasnya.
Menurutnya, upaya penunjukkan gubernur oleh presiden sudah melanggar hak politik sekaligus hak azazi manusia (HAM). ” Mana hak politik rakyat? Mana hak azazi manusia masyarakat Jakarta? Kalau mau dirubah secara umum, harusnya merubah UUD 1945, khususnya pada pasal 18,” sebut salah satu tokoh Betawi tersebut. “Salah satu ayat dalam pasal 18 UUD’45 itu menyebut Gubernur, Bupati, dan WaIikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis,” tambahnya.
Lulung merasa miris bila rencana penunjukkan gubernur oleh presiden itu benar-benar terjadi. Hal tersebut tentunya merenggut HAM dan hak politik warga Jakarta dalam mencari dan menentukan pemimpin yang diidamkan. ” Ini sangat naif dan jelas ada kelompok yang sangat ingin melakukan kejahatan politik dan kejahatan HAM pada masyarakat Jakarta,” ketusnya.
Dirinya menambahkan dengan aturan UU No 29 Tahun 2007 saja soal penunjukkan walikota oleh gubenur sudah merampas kesempatan warga Jakarta non pegawai negeri sipil (PNS). “Bayangkan kalau seorang orang miskin punya jiwa kepemimpinan, punya keahlian bidang ketatanegaraan tapi bukan PNS, jadi tidak punya kesempatan untuk jadi walikota. Tentu melanggar HAM dan merampas hak politiknya,” Lulung berujar.
Ia sendiri merasa masyarakat Jakarta sudah terlalu baik dengan membiarkan pengangkatan walikota atas penunjukkan langsung oleh presiden. ” Masyarakat Jakarta sudah baik meskipun HAM-nya sudah diinjak-injak dari penunjukkan walikota tadi,” katanya.
“Selama ini warga Jakarta teraniaya. Bagaimana mungkin pada pasal tentu walikota disebut sebagai PNS. Kemudian walikota diangkat gubernur atas pertimbangan dewan. Nah harusnya ada pertimbangan dulu sebelum dilantik,” pungkas Lulung.
Memang, merujuk Pasal 19 UU Nomor 29/2007 ini menyatakan Walikota/bupati diangkat oleh Gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sehingga, warga Jakarta yang bukan PNS tak punya kesempatan untuk menjadi walikota pad apilihan lima wilayah dan satu bupati di Kepulauan Seribu. Lelang jabatan pun belum memberi restu non PNS bisa menjadi pejabat di Pemprov DKI Jakarta. (nap)