DPR Pertanyakan Kewenangan TNI
Jakarta Review –Aksi koboi penembakan oknum TNI Sersan Dua (Serda) YH kepada seorang tukang ojek, Japra (40) hingga meninggal dunia di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/11/2015) mendapat kecaman dari gedung kura-kura, markas DPR RI. Kritik panjang legislator soal kewenangan anggota TNI yang bisa membawa senjata api keluar barak hingga menangani perkara keamanan yang sejauh ini masih domain kepolisian.
Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris mengecam aksi penembakan warga sipil tersebut sebagai bentuk kelalaian atasan dan tindakan indispliner. “Peristiwa penembakan masyarakat sipil yang dilakukan oknum Kostrad itu perlu didalami secara serius,” sebutnya, kemarin.
Dirinya menilai dari kronologis yang dibeberkan media massa, pelaku melakukan kesalahan dengan ke luar barak membawa senjata api. Karenanya, Cahrles mempertanyakan apakah pelaku dalam rangka bertugas atau tidak? “Ada oknum di luar barak kesatuan dengan membawa senjata api saja sudah tidak benar. Apalagi senjata itu digunakan menembak warga sipil. Ini pelanggaran berat,” katanya.
Charles mendesak Polisi Militer TNI serius dalam menyelidiki tindakan indisipliner yang berujung pada pidana berat ini. Bahkan, dirinya meminta atasan pelaku juga dipanggil guna diperiksa untuk mempertanggungjawabkan kelalaian yang mengakibatkan rakyat sipil meninggal dunia tersebut.
Selain itu, Charles berpendapat TNI harus memperhatikan syarat psikologis atau kejiwaan anggotanya yang diperbolehkan memegang senjata api. Sebab menurutnya, peristiwa kekerasan terhadap sipil ini bukanlah yang pertama kali. “Mabes TNI harus memroses hukum anggota Kostrad itu dan melakukan langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang. Menurut survei, lembaga TNI dipercaya publik, tapi peristiwa ini mencoreng hal itu,” ujar dia.
Seperti dilansir dari kompas.com, Kepala Penerangan Kodam Siliwangi Kolonel TNI Robertson menjelaskan kronologis peristiwa yang terjadi di Jalan Mayor Oking, tepatnya di depan SPBU Ciriung, Cibinong, Kabupaten Bogor. “Awalnya, korban menggunakan motor Supra B-6108-PGX menyerempet pelaku yang memakai mobil CRV F-1239-DZ sebelum di lokasi kejadian,” ceritanya.
YH kemudian mengejar Japra hingga di depan SPBU Ciriung. Tak lama kemudian, YH mengeluarkan senjata api jenis FN dan menembak bagian kepala korban. Korban pun terjatuh dan meninggal dunia.
Adapun keterangan saksi, Fuad, pelaku datang dari arah Cibinong menuju arah Sentul. Saat pelaku hendak berputar balik, sepeda motor yang dikendarai korban menyalip dari arah kiri sehingga menghalangi laju kendaraan pelaku.
Tak terima, pelaku kemudian memberhentikan korban tepat di depan SPBU Ciriung, Cibinong, dan terlibat adu mulut dan saling dorong di antara keduanya. Fuad melanjutkan, tiba-tiba pelaku mengeluarkan senjata api jenis FN dan menembak bagian kepala korban.
TNI Melakukan Tugas Keamanan?
Pelaku Serda YH sendiri dikenal pendiam di tempat tinggalnya, asrama Cilodong. Danyon Intel Kostrad Mayor Deni Eka mengatakan, saat itu, Serda YH sedang menjalani tugas dinasnya. “Dia (Serda YH) pendiam, jarang bicara, paling senyum-senyum. Anaknya dua, istri di asrama Cilodong,” katanya seperti dikutip dari merdeka.com.
Mayor Deni menambahkan, pelaku Serda YH memiliki pistol FN lantaran mendapatkan tugas rawan. Misalnya tugas rawan yaitu, narkoba, teroris, dan ISIS. “Nah dia yang masuknya tugas rawan. Ada surat perintahnya, ada batas waktu, misal 3 hari, kalau sudah selesai itu dibalikin. Ini belum selesai, jadi belum dikembalikan. Kalau sudah selesai dikembalikan di satuan. Suratnya ada, kalau enggak tugas enggak dibawa, disimpan di satuan,” kata dia.
“Lagi tugas monitoring, itu perempuan informan. Kalau tugas soal informan enggak melulu kaku jamnya, fleksibel. Kalau secara ukuran standar itu di luar jam dinas, tapi kalau intel waktunya tidak menentu. Kalau mobil milik informan,” imbuh dia.
Tugas intelijen yang merupakan wadah keamanan ini mendapat kritikan TB Hasanuddin, yang juga dari Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan. Baginya, peristiwa ini menjadi koreksi atas RUU Kamnas. Terutama pada pasal 22 ayat 1 RUU Kamnas yang masih tetap menggunakan penyelenggaraan Keamanan melibatkan peran aktif intelijen TNI”. Mestinya dibuat jelas mana intelijen yang boleh dan yang tidak,” kritiknya.
Pensiunan jendera bintang dua TNI juga meminta Panglima TNI menyelenggarakan operasi militer menurut fungsi TNI saja. Sehingga, pada akhirnya tak harus ikuti kebijakan Dewan Kamnas. Kalau pasal seperti ini, nantinya dia (Panglima TNI) bisa digunakan melakukan apa saja, termasuk hal yang keluar dari tugas militer sesuai UU,” pungkasnya. (Nov)