Pembahasan RUU Minol Perlu Kajian dan Kehati-hatian ditengah Tekanan Resesi Ekonomi

Jakarta Review, Jakarta – Dalam masa sulit seperti ini, dunia usaha sangat memerlukan iklim usaha dan investasi yang kondusif termasuk dari sisi kebijakan. Tekanan dan beban yang dihadapi dunia usaha termasuk industri sangat berat sebagai dampak pandemi covid 19, turunya omzet penjualan, daya beli masyarakat membuat cashflow pengusaha semakin tertekan. Dan hal ini juga dialami industri minuman beralkohol yang sangat terpukul seperti produsen bir sebagai dampak dari pembatasan operasional berbagai hotel, restoran, cafe bahkan di hiburan malam.
“Di Jakarta sudah 8 bulan tutup yang membuat penjualan anjlok sampai 60%, namun sejauh ini industri minol masih mampu bertahan dan tidak melakukan PHK,” kata Komisaris Utama PT Delta Djakarta Sarman Simanjorang.
Menurut Sarman ditengah tekanan resesi ekonomi yang kita hadapi saat ini, industri minol dikagetkan dengan berita bahwa DPR kembali akan membahas RUU Larangan Minuman Berarkohol yang 5 tahun lalu sudah pernah dibahas namun tidak ada kelanjutannya.
“Kami sangat berharap kepada DPR jika memang pembahasan RUU dilanjutkan, agar memperhatikan momentum yang tepat yaitu paska pandemi covid 19 saat ekonomi kita dalam kondisi normal. Ditengah tekanan resesi ekonomi saat ini kurang tepat membahas yang berkaitan dengan kelangsungan dunia usaha khususnya industri minol, mari kita fokus bersama melawan pendemi covid 19 dan percepatan pemulihan ekonomi nasional,” ujar Sarman.
Dikatakan Sarman, bila nantinya akan dibahas kembali industri minol siap memberikan masukan dan pokok-pokok pikiran termasuk dari sisi judul agar tidak memakai RUU Larangan Minuman Beralkohol akan tetapi RUU Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sehingga arahnya edukasi.
Sarman mengingatkan, keterlibatan industri Minol dalam perekonomian nasional sudah cukup lama hampir mencapai satu abad dan disana ada investor luar. Kontrinbusinya juga jelas baik dari sisi pajak maupun cukai alkohol yang mencapai Rp6 triliun setahun. Adapun tenaga kerja mencapai 5.000 orang ditambah industri penunjang seperti pertanian, logistik, industri kemasan, distribusi dan jasa perdagangan, jasa huiburan, rekreasi, pariwisata dan budaya.
“Kami sangat mendukung kalau minol ini di diatur dan diawasi sehingga edukasi dan informasi kepada masyarakat selalu konsisten dilaksanakan akan bahaya penyalahgunaan minuman beralkohol. Jika nantinya dalam RUU ini kesannya melarang maka dikawatirkan akan terjadi praktek masuknya minol seludupan yang tidak membayar pajak, maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan serta maraknya minol oplosan yang membahayakan konsumen,” ungkap Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta ini.
Selama ini lanjut Sarman, sudah ada Peraturan Presiden No.74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan minuman Beralkohol dan implementasi dilapangan sudah berjalan efektif. Bahkan tahun 2014 Menteri Perdagangan mengeluarkan Permendag No.20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol dimana penjualan Minol sudah lebih tertata hanya ditempat tertentu.
“Dengan demikian sebenarnya urgensi RUU ini tidak mendesak, namun semuanya kembali kepada DPR,” tandasnya. (win)