Inflasi DKI 2016 Tercatat Lebih Rendah Dibandingkan Nasional

Jakarta Review – Ditutup dengan inflasi bulan Desember yang terjaga, inflasi Jakarta sepanjang tahun 2016 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Inflasi Jakarta tahun 2016 tercatat sebesar 2,37% (yoy), jauh lebih rendah daripada rata-rata lima tahun sebelumnya sebesar 5,93% (yoy)*. Bahkan inflasi Jakarta juga lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi nasional (3,02%, yoy). Terjaganya inflasi Desember yang hanya sebesar 0,27% (mtm), mendukung pencapaian inflasi 2016 secara keseluruhan yang rendah dan stabil
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Doni P. Joewono mengatakan lebih rendahnya inflasi Jakarta tahun 2016 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, terutama disebabkan oleh masih relatif terbatasnya tingkat permintaan masyarakat, akibat aktivitas perekonomian yang belum terlalu bergairah, baik di tingkat nasional maupun di Jakarta secara khusus. Di satu sisi, rendahnya harga-harga komoditas energi dan transportasi, seiring perkembangan harga minyak internasional yang rendah, turut memberikan andil kepada tarif transportasi yang rendah pula. Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga terus berupaya untuk menjaga kestabilan harga pangan strategis, melalui perbaikan manajemen stok dan rantai pasokan pangan.
Koordinasi pengendalian inflasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan Bank Indonesia dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi DKI Jakarta yang cukup intens telah membawa inflasi bahan makanan yang relatif rendah, yaitu sebesar 5,31% (yoy), lebih rendah dari rata-rata lima tahun sebelumnya (8,53% yoy)*, ujarnya dalam rilis yang diterima Jakarta Review 4/1/2017.
Doni menambahkan, bila dilihat dari dinamika bulanan, inflasi Jakarta pada bulan Desember 2016 bergerak stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan Desember 2016 inflasi Jakarta tercatat sebesar 0,27% (mtm), sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya (0,24 mtm). Namun capaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelumnya (0,63% mtm)*, dan juga lebih rendah dari nasional (0,42% mtm).
Pencapaian ini dipengaruhi oleh terkendalinya inflasi inti dan volatile food, di tengah kenaikan inflasi administered prices seiring pola musiman pada penghujung tahun 2016, tuturnya.
Terkendalinya inflasi 2016 lanjut Doni didukung oleh Inflasi kelompok inti yang bergerak relatif stabil sejak awal tahun 2016. Emas perhiasan, yang mengalami deflasi cukup dalam sebesar 5,72% (mtm), sejalan harga emas internasional yang turun sejak Oktober 2016, kembali menjadi penyumbang utama deflasi kelompok sandang sebesar 0,90% (mtm). Selain itu, deflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,06% (mtm) dan deflasi kelompok kesehatan sebesar 0,06% (mtm) turut menyebabkan terkendalinya inflasi inti.
Tingkat permintaan masyarakat yang masih relatif terbatas, didukung oleh ekspektasi harga masyarakat yang terjaga, serta nilai tukar yang terkendali, merupakan faktor lain yang turut mendukung pencapaian inflasi inti yang stabil tersebut, jelasnya.
Pada saat yang bersamaan, inflasi volatile food juga bergerak terkendali. Terjaganya inflasi volatile food terutama disebabkan oleh turunnya harga-harga komoditas hortikultura dan stabilnya harga beras. Harga cabai merah dan bawang merah tercatat mengalami deflasi, masing-masing sebesar 10,15% (mtm) dan 9,84% (mtm), setelah pada bulan sebelumnya mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Jumlah pasokan yang berangsur normal, mendukung turunnya harga komoditas hortikultura, seiring meredanya curah hujan di daerah sentra. Adapun harga beras tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya. Antisipasi pengadaan beras oleh Jakarta, bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, dapat menjaga pasokan beras. Dengan demikian tidak terjadi lonjakan harga beras di Jakarta. Berbagai perkembangan tersebut membawa inflasi kelompok bahan makanan pada Desember 2016 sebesar 0,09% (mtm), jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelumnya (1,82% mtm)*.
Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat, walau masih dalam batas yang wajar, sesuai dengan pola musimnya. Subkelompok transpor mengalami inflasi sebesar 1,09% (mtm). Berbagai komoditas transportasi tercatat mengalami kenaikan, antara lain adalah angkutan udara (9,86% mtm) dan kereta api (2,95% mtm). Hal tersebut terkait libur Natal dan tahun baru 2017 yang dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan perjalanan (berlibur), sehingga permintaan jasa angkutan meningkat cukup signifikan. Kenaikan harga BBM non-subsidi (pertamax, pertalite dan dexlite) per 16 Desember 2016, juga turut menyebabkan kenaikan inflasi administered prices pada Desember 2016.
Inflasi 2017 Diperkirakan Lebih Tinggi
Memerhatikan pola perkembangan harga-harga terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta hingga Desember 2016, rencana kebijakan pemerintah ke depan serta prospek perekonomian domestik yang diprakirakan membaik, inflasi pada tahun 2017 diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2016. Kenaikan terutama dipicu oleh rencana pemerintah untuk mencabut subsidi listrik kelompok 900 VA secara bertahap pada pada tahun 2017.
Pencabutan subsidi listrik tersebut tidak hanya berdampak pada naiknya tarif tenaga listrik, tetapi juga harga barang/jasa lainnya, terutama yang berasal dari industri rumahan, serta sewa dan kontrak rumah. Selain listrik, rencana kebijakan pemerintah dalam melakukan distribusi tertutup untuk LPG 3kg, dan tentu kebijakan lainnya seperti kenaikan UMP (upah minimum provinsi) tahun 2017, juga akan berkontribusi terhadap kenaikan inflasi tahun 2017. Prospek ekonomi yang diperkirakan membaik, cenderung diikuti oleh meningkatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa, sehingga turut meningkatkan tekanan inflasi.
Mengacu pada tantangan tersebut, Doni berharap penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI dalam menentukan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi terus ditingkatkan. Di sisi pangan, perluasan koordinasi dengan kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan kerjasama antardaerah akan dilakukan, di samping terus mendorong peran BUMD di bidang pangan. Di samping itu TPID juga akan melakukan penguatan fungsi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (Informasi Pangan Jakarta/IPJ) agar dapat berfungsi lebih optimal dalam menjangkar harga pangan di Jakarta. Untuk itu dukungan komitmen yang kuat dari berbagai pihak agar tercapai kestabilan inflasi yang mendorong pembangunan ekonomi DKI Jakarta secara keseluruhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (win)