BIROKRASIMEGAPOLITAN

Masrokhan, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta: Terobosan Buat Penyandang Psikotis

sumber : Agus
sumber : Agus

Jumlah warga binaan sosial, khususnya penyandang psikotik (gangguan jiwa) terus meningkat. Tingkat prevalensinya pun cukup tinggi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lantas membuat model penanganan psikotik secara komprehensif melalui laboratorium sains.

Jakarta Review – Ada fakta menarik yang ditemukan oleh Wakil Gubernur DKI, Djarot Syaiful Hidayat saat berkunjung ke Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1, Cengkareng, Jakarta Barat. Pada kunjungan tersebut politisi PDI Perjuangan ini dibuat kaget dengan temuan fakta, bahwa panti sosial yang biasa menampung Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) ternyata sudah kelebihan kapasitas alias over load.

Berdasarkan data dari Dinsos DKI Jakarta, jumlah penyandang psikotik mencapai 2.962 orang. Semuanya ditampung di tiga panti sosial milik Pemprov DKI Jakarta, yakni Panti Bina Laras 1, 2, dan 3. Padahal kapasitas daya tampung ideal ketiga panti tersebut hanyalah 1.700 orang.

Namun demikian, Djarot mengatakan, jika nantinya ODMK bertambah banyak dan tidak bisa ditampung, ia berniat menambah panti-panti serupa di Jakarta.

Pemerintah daerah sepenuhnya bertanggung jawab atas keberadaan orang dengan masalah kejiwaan ini. Mereka harus didampingi dan dibina terus hingga bisa kembali terjun di masyarakat, cetus Mantan Walikota Blitar ini.

Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta membenarkan temuan dua pejabat tersebut. Karena itu saat ini, Dinsos sedang serius berupaya menangani ODMK yang saban tahun pertumbuhannya sangat tinggi.

Besarnya jumlah PMKS itu membuat daya tampung panti sosial yang ada melebihi kapasitas, ujar

kepada Jakarta Review.

Masrokhan menambahkan dari 2.962 orang penyandang psikotis tersebut, sebanyak 75 persen bukan merupakan penduduk DKI Jakarta, dan 90 persen tidak memiliki alamat keluarga yang jelas.

90 persen dari 2.962 orang tersebut masuk dalam stadium sedang sampai berat. Mereka sulit mengenali diri sendiri, keluarga, dan daerah asalnya, terang Masrokhan dalam sebuah Lokakarya Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial Orang dengan Masalah Kejiwaan/Orang dengan Gangguan Jiwa Terintegrasi Oktober silam.

Menurutnya saat ini terjadi ketidakseimbangan antara ODMK yang masuk dan keluar panti setelah direhabilitasi. Akibatnya tingkat prevalensi ODMK di tiga panti tersebut menjadi sangat tinggi. Jangan lupa ODMK cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mencapai tahap stabilisasi.

Menurutnya setiap bulan, setidaknya ada 20-25 penyandang gangguan jiwa atau masalah kejiwaan masuk ke tiga panti sosial milik DKI tersebut. Sementara jumlah warga binaan sosial (WBS) yang selesai menjalani rehabilitasi dan diperbolehkan keluar panti hanya 5-6 orang per bulan. Rehabilitasi WBS psikotik butuh waktu relatif lama untuk mencapai tahap stabil.

Masrokhan mengaku tengah menggagas program “Jakarta Baru Bebas PMKS Psikotik”. Dimana dalam program itu orang gila baik di panti maupun yang masih di jalan akan direhabilitasi dalam laboratorium.

Ia mengibaratkan, terapi khusus bagi ODMK ini seperti halnya perangkat komputer yang akan diinstal ulang. Perilaku menyimpang dalam diri mereka akan disembuhkan dengan bantuan tenaga medis dan psikolog khusus kejiwaan. ‎

“Kita mau menginstal para penyandang psikotik ini seperti komputer. Sikap dan perilaku mereka akan kita arahkan lewat program ini,” ujar Masrokhan.

Terapi Kolaboratif
Terkait peningkatan jumlah ODMK tersebut lanjut Masrokhan, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 157 Tahun 2015 tentang Penanganan ODMK. Beleid tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Instrumen Skrining Psikotik Dinas Sosial (ISPDS) sebagai pedoman klastering WBS psikotik sesuai stadiumnya, baik ringan, sedang, maupun berat. “Yang lebih penting lagi, untuk penanganan masalah kejiwaan ini ialah harus dicari penyebab mengapa ia terganggu. Jadi tenaga yang ada di dinas sosial harus punya hati untuk melayani,” tuturnya.

Ini Pergub baru Tahun 2014 itu adalah membagi OMDK dalam berbagai kelompok (kluster). Ada penyandang ringan, sedang dan berat.

Panti kita selama ini belum membedakan. Dengan adanya kluster ini akan kita coba garap. Ringan dan sedang kita rehab (terapi kolaboratif), ungkapnya.

Pemprov DKI Jakarta mengolaborasikan berbagai cabang disiplin ilmu untuk membuat model penanganan psikotik. Ini bertujuan membentuk suatu metode yang efektif bagi penyembuhan ODMK di panti-panti sosial. Sebab, kapasitas tampung di berbagai panti itu sudah berlebihan.

“Para pakar di bidangnya yang dibagi menjadi empat rumpun, antara lain psikolog, farmakolog, pekerja sosial, dan kelompok pendukung, sedang menggodok sebuah konsep model terapi kolaboratif. Nantinya akan menghasilkan pemikiran yang akan menjadi silabus sebagai acuan kolaboratif bagi ODMK di Provinsi DKI Jakarta,” cetus Masrokhan.

ODMK yang telah dilakukan pengklusteran lanjutnya dapat diterapi dengan acuan silabus. Diharapkan, seluruh WBS minimal mendapatkan taraf stabilisasi. Setelah itu akan terbuka kemungkinkan untuk memberdayakan OMDK tersebut sebagai tenaga kerja terampil atau dikembalikan ke masyarakat. Misalnya, yang tidak memiliki keluarga akan bisa dicoba untuk diberdayakan menjadi pekerja yang menangani sarana dan prasarana umum seperti yang kita lakukan di Monumen Nasional akhir tahun lalu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pihaknya akan mendukung pembangunan laboratorium sains untuk penanganan penyandang gangguan mental atau psikotik di Ciangir, Kabupaten Tangerang. Laboratorium ini digunakan untuk menampung gelandangan psikotik yang masih banyak beredar di Ibu Kota. Hal ini dianggap penting karena merespons keluhan masyarakat di Jakarta lewat aplikasi Qlue.

“Dirinya berharap bisa merumuskan dan membangun sebuah laboratorium sains di Ciangir untuk menampung mereka,” kata Basuki. Gubernur juga mengatakan, pihaknya membangun tempat itu bersama Kementerian Sosial dan direncanakan bisa dibangun pada 2015. (Win)

Related Articles

Back to top button