OPSI Desak Manajeman Bank HSBC Buka Ruang Perundingan dengan Serikat Pekerja
Jakarta Review – Akuisisi 98,94% saham Bank Ekonomi Rahardja oleh HSBC sudah terlaksana sejak 2009 lalu. Sebagai pemilik saham mayoritas, HSBC mulai melakukan berbagai upaya penyesuaian/rekstrukturisasi, baik terhadap bisnis Bank HSBC itu sendiri, maupun terhadap Bank Ekonomi Rahardja.
Seiring waktu yang terus berjalan, belakangan HSBC melakukan aksi korporasi yaitu integrasi dari kedua bank tersebut. Namun integrasi ini berdasarkan advice dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilakukan melalui pola ALT (Asset & Liabilities Transfer).
Ironisnya meski proses integrasi itu kini sedang berjalan, namun prosesnya tanpa dibarengi dengan transparansi dan negosiasi. Selama ini tidak ada penjelasan yang komprehensif dan transparan dari pihak manajamen kedua bank tersebut tentang segala sesuatu menyangkut dampak dari aksi korporasi terhadap karyawan.
“Upaya-upaya yang dilakukan oleh Serikat Pekerja HSBC maupun SP Bersatu (kumpulan serikat pekerja kedua bank) untuk bertemu meminta penjelasan sekaligus merundingkan dampak dari kebijakan integrasi kurang mendapat tanggapan positif dari masing-masing manejemen kedua bank tersebut,” kata Sekretaris Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar kepada Jakarta Review Senin 26/9/2016.
Manajemen lanjut Timboel, cenderung menolak untuk berunding. Padahal sebagai organisasi serikat berdasarkan ketentuan UU No 21 tahun 2000 tentang serikat/serikat buruh, serikat pekerja memiliki hak untuk berunding, menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan karyawan dalam situasi dan kondisi yang menimbulkan keresahan dan ketidakpastian. Apalagi April tahun depan, bank hasil integrasi akan resmi beroperasi dengan nama PT Bank HSBC Indonesia.
“Kondisi ini benar-benar sangat mengkhawatirkan dan meresahkan karyawan terhadap kelangsungan kerja, nasib dan masa depan mereka,” ungkap Timboel.
Terkait kondisi tersebut, OPSI sebagai organisasi pekerja yang menaungi SP HSBC dan SP Bank Ekonomi Rahardja mendesak manajemen kedua bank teresebut agar kooperatif dalam menjelasakan secara komprehensif dan terbuka tentang rencana dan kepastian tentang struktur/komposisi karyawan yang akan dilanjutkan dan tidak dilanjutkan hubungan kerjannya di bank hasil integrasi. Selain itu, OPSI juga mendesak manajemen untuk membuka ruang perundingan dengan serikat pekerja kedua bank tersebut untuk merumuskan bersama-sama trentang term & condition bagi karyawan yang dilanjutkan hubungan kerjanya dan hasil intergrasi tersebut dan karyawan yang tidak dilanjutkan kerjanya. Terakhir OPSI mendesak manajemen untuk tidak melakukan tindakan-tindakan sepihak dan kontraproduktif yang berpotensi menimbulkan konflik dengan karyawan dan serikat pekerja.
“Jangan lupa proses integrasi ini adalah aksi manajemen dan bukan maunya karyawan, namun karena proses integrasi itu berdampak kepada karyawan, maka sudah menjadi kewajiban bagi manajemen untuk memberikan penjelasan kepada karyawan seterang-terangnya menyangkut dampak yang akan timbul tersebut,” tuturnya.
Timboel menambahkan, sejatinya akusisi bank lokal oleh bank asing bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sebelumnya CIMB Niaga juga mengakuisisi Lippobank dan Maybank mengakuisisi BII. Namun karena manajemen kedua bank negeri jiran tersebut mau berdialog dengan karyawan, proses intergrasi kedua bank tersebut berjalan mulus. SebaliknyaBank HSBC terus-menerus menolak untuk berunding dengan karyawan melalui serikat pekerja. (win)