Pemprov DKI Kembangkan Sistem E-Hibah dan Bansos
Jakarta Review – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengembangkan sistem elektronik hibah dan bantuan sosial (e-Hibah dan Bansos). Pembuatan sistem ini dilakukan untuk memudahkan monitoring kepada lembaga masyarakat atau yayasan.
Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, Michael Rolandi C Brata mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pengembangan portal e-Hibah dan Bansos.
“Dalam satu sampai dua bulan ke depan sistem sudah siap untuk diluncurkan,” kata Michael, saat rapat pimpinan (rapim) di Balai Kota DKI Jakarta seperti dikutip beritajakarta.com, Senin (20/2).
Michael menambahkan, dengan adanya sistem ini pihaknya bisa memonitoring lembaga mana yang sudah melebihi batas mendapatkan hibah. Namun peran dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tetap dibutuhkan untuk melakukan verifikasi data.
“Setelah adanya pengajuan proposal, dilakukan penelitian oleh SKPD teknis. Evaluasi atas proposal yang masuk, baru ada rekomendasi ke BPKD,” ucapnya.
Menurutnya, dalam APBD murni 2017 e-Hibah dan Bansos ini belum bisa diimplementasikan. Namun ditargetkan pada pelaksanaan APBD Perubahan mendatang beberapa usulan dana hibah dan bansos sudah bisa menggunakan sistem ini.
“Kita mencoba di APBD Perubahan bagi yang belum diakomodir akan diimplementasikan melalui e-Hibah dan Bansos ini. Sehingga dalam APBD 2018 dan selanjutnya semua tahapan bisa digunakan dan imeplementasikan dalam hibah kami,” tuturnya.
Cegah Pengajuan Ganda
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan, melalui e-Hibah dan Bansos pihaknya bisa lebih mudah mengkontrol pengajuannya. Karena pernah ditemukan satu lembaga mengajukan pemberian hibah kepada dua SKPD sekaligus dalam satu tahun anggaran.
“Dengan e-Hibah dan Bansos ini, pertama bisa kontrol lebih jelas. Jadi gampang kalau ada orang yang sama, pengurus yang sama, lembaga yang sama dapat dua kali dalam setahun,” tuturnya.
Heru menambahkan, dengan sistem e-Hibah dan Bansos ini, jika ada lembaga atau orang yang sama mengajukan ke dua SKPD maka akan langsung ke kunci. Karena setiap lembaga yang mengajukan hibah maupun bansos harus memasukkan data, seperti nomor induk kependudukan (NIK), nama lembaga, alamat, serta identitas lainnya
“Sekarang kalau satu lembaga minta ke SKPD lain akan kekunci. Kalau ada nama, NIK, dan alamat yang sama begitu diinput yang kedua kali akan kekunci secara otomatis,” ujarnya.
Menurut Heru, sebelumnya verifikasi tetap dilakukan oleh SKPD masing-masing, namun dilakukan secara manual. Beberapa kali sempat ditemukan ada satu lembaga yang mengajukan permohonan ke dua SKPD yang berbeda. (beritajakarta.com)