MEGAPOLITAN

Pengembangan Pariwisata Jakarta Butuh Roadmap yang Jelas

Kepala Kantor Perwakilan BI Jakarta Trisno Nugroho beserta rombongan dari Pemprov DKI Jakrta diterima Bupati Banyuwangi Azwar Anas di kediaman dinasnya. ((Dok: Istimewa)

Jakarta Review, Jakarta – Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Wilayah Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lebih serius mengelola potensi pariwisata di Ibukota. Pasalnya potensi pariwisata sangat signifikan dalam menopang pertumbuhan ekonomi sebuah daerah yang secara otomatis juga meningkatkan kesejahteraan warganya.

Nah hal itulah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi di bawah kepemimpinan Azwar Anas. Bupati yang telah memasuki periode kedua kepemimpinannya ini memaparkan pendapatan per kapita penduduk Banyuwangi meningkat 116,3 persen pada kurun waktu 2010 sampai dengan 2017.

“Pada 2010, pendapatan per kapita penduduk Banyuwangi sekitar Rp 20,8 juta per tahun. Namun, pada 2017 melonjak hingga dua kali lipat menjadi Rp 45,02 juta per tahun,” ujarnya saat menerima rombongan Kantor Perwakilan BI Jakarta bersama SKPD sektor pariwisata dari Jakarta.

Azwar menuturkan peningkatan yang signifikan itu berasal dari usaha pemerintah daerah yang tak pernah berhenti untuk menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat daerah sehingga bermuara pada sinergi inovasi dan kreativitas. Terutama dalam hal menjadikan sektor pariwisata sebagai pilihan dalam upaya memajukan ekonomi kreatif di daerahnya.

“Sekitar 7 tahun lalu, kami belajar dari Tour de France untuk menggelar Tour de Banyuwangi Ijen dengan lintasan sepanjang 599 kilo meter. Ternyata kini penyelenggaran Tour de Banyuwangi Ijen ini kini masuk dalam kategori  di enam teratas se Asia Pasifik, bersanding dengan Jepang dan Malaysia,” ungkapnya.

Kini jumah wisatawan mancanegara yang datang ke Banyuwangi meningkat 691 persen. Sementara wisatawan nusantara naik 10,63 persen dalam tujuh tahun terakhir. Dampaknya terjadi peningkatan pendapatan bagi pelaku UMKM di daerah yang menjadi destinasi wisata.

“Di Banyuwangi perajin batik yang omzetnya sekitar Rp 5 juta – Rp 10 juta per bulan bisa meningkat menjadi Rp 200 juta per bulan,” paparnya.

Menyadari kondisi tersebut Bank Indonesia menugaskan kantor perwakilannya yang ada di seluruh wilayah Indonesia untuk mendorong Pemerintah Daerah setempat untuk lebih serius lagi memajukan sektor pariwisata di daerahnya masing-masing.

Untuk DKI Jakarta, Bank Sentral melihat masih banyak pekerjaan rumah dalam mengembangkan pariwisata Ibu Kota. Saat ini sektor pariwisata baru menyumbang sekitar 10 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau perekonomian DKI Jakarta. Padahal Jakarta adalah ibukota. Pengembangan pariwisata di DKI Jakarta masih tertinggal dengan Ibukota negara lainnya seperti Seoul, Korea Selatan ataupun Tokyo, Jepang.

“Seoul sudah peka dan melihat potensi, mereka akhirnya membuat program wisata yang mengedapankan unsur halal dan syariah. Jakarta harus bisa bersaing dengan Ibu Kota lain,” ujar Kepala Kantor Perwakilan BI Jakarta Trisno Nugroho.

Terkait penugasan tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah DKI Jakarta langsung bergerak mengambil inisiatif mengajak Biro Perekonomian DKI Jakarta dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait menggelar Studi Tiru ke Kabupaten Banyuwangi. Melengkapi kunjungan tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah DKI Jakarta juga mengajak serta sejumlah wartawan untuk melihat langsung kemajuan sektor pariwisata di Kabupaten Banyuwangi. Apalagi sebelumnya kami secara reguler memberikan rekomendasi kepada Pemprov DKI Jakarta, untuk mengoptimalkan destinasi wisata unggulan DKI Jakarta, seperti Pulau Seribu, Kota Tua, atau Setu Babakan untuk mendongkrak konsumsi masyarakat, dan investasi.

Trisno mengatakan Kabupaten Banyuwangi dipilih, karena Pemkab Banyuwangi sudah melakukan banyak hal dalam mengelola potensi pariwisata di daerahnya hingga mendunia. Tentu saja ini sesuatu hal yang menarik, karena Banyuwangi hanya memiliki APBD sebesar Rp2,9 triliun. Ini sangat jauh dengan APBD DKI yang telah mencapai Rp83 triliun pada 2019.

“Tadinya kunjungan ini akan dilakukan di Kepulauan Seribu. Namun karena ada kebutuhan untuk Studi Tiru tersebut, acaranya kami alihkan ke Banyuwangi sehingga bisa tertularkan semangat Pemkab Banyuwangi dalam mengembangkan pariwisatanya,” ujarnya.

Selama beberapa hari sejumlah SKPD tersebut rombongan SKPD tersebut diajak mengunjungi sejumlah destinasi wisata di Kabupaten Banyuwangi dan bertemu langsung untuk berdiskusi dengan Bupati Banyuwangi Azwar Anas dan jajarannya serta pengelola tempat wisata setempat.

Banyak hal yang ditemukan dalam kunjungan tersebut, terutama keberhasilan Pemkab Banyuwangi dalam melibatkan partisipasi masyarakat setempat untuk terlibat langsung dalam pengembangan parisiwata daerahnya.

“Di Banyuwangi, banyak festival yang diprkarsai masyarakat, pemerintah kabupaten tinggal membantu promosi dan pengembangannya. Ini contoh yang baik bagi DKI Jakarta,” ujarnya.

Menutup rangkaian studi tiru tersebut Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Sekda DKI bidang Perekonomian Sri Haryati bersama SKPD terkait dan Kantor BI Perwakilan DKI Jakarta menggelar Focus Group Discussions (FGD). Dalam FGD tersebut dipetakan apa yang bisa dikerjakan oleh Pemprov DKI dalam mengembangkan sektor pariwisatanya dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Ia mengatakan potensi pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat itu, sangat besar sekali. Namun, apabila hanya dikerjakan oleh Pemprov DKI saja itu, maka potensi pariwisata tidak bisa berkembang dengan baik. Karena itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 semua program yang disusun harus memiliki keterkaitan.

“Untuk tingkatkan perekonomian masyarakat di sektor pariwisata itu, kita dan beberapa pihak seperti Bank Indonesia harus bisa berkolaborasi agar menjadi suatu gerakan dengan melibatkan masyarakat yang ada di kawasan berpotensi pariwisata. Sehingga pendapatan mereka akan lebih banyak lagi,” ujarnya.

Untuk memajukan perekonomian masyarakat, Pemprov DKI juga memberikan pelatihan kepada kelompok usaha kecil menengah (UKM), agar ikut berkontribusi di sektor pariwisata. Agar bisa memudahkan wisatawan mancanegara maupun domestik yang akan mencari oleh-oleh.

Yang jelas menurutya sektor pariwisata juga menjadi prioritas dalam RPJMD, tapi dari 216 destinasi wisata tentu tidak bisa dimajukan serentak. Karena itu Dinas Pariwisata harus memetakan destinasi wisata mana saja yang menjadi prioritas dengan melibatkan masyarakat.

Tidak hanya itu, Sri memastikan selama tiga bulan ke depan ada progres di tiga tempat wisata tersebut. Bahkan Pemprov DKI akan intens setiap bulan menggelar rapat peningkatan perekonomian masyarakat di sektor pariwisata.

“Saya pastikan tiga bulan ke depan Pariwisata di DKI Jakarta, seperti Kepulauan Seribu, Kota Tua dan Setu Babakan ada progres yang baik,” paparnya.

Butuh Jakarta Tourism Board

Untuk mengembangkan sektor pariwisata Ibukota seperti disejumlah Ibukota negara lain yang maju parisiwatanya seperti Singapura, Malaysia dan Bangkok, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu segara membentuk lembaga Jakarta Tourism Board. Lembaga ini akan berperan memberikan kajian dan menetapkan kebijakan untuk mempercepat akselarasi pengembangan wisata di Jakarta.

Lembaga ini berisikan perwakilan pemerintah, sektor swasta pelaku usaha, asosiasi dan komunitas yang terkait pariwisata. Jadi unsur anggota yang terlibat semuanya memiliki pengalaman selama bertahun-tahun di sektor pariwisata. Misalnya di sektor promosi, marketing dan operasional.

“Dengan keanggotan Jakarta Tourism Board yang seperti itu, harapannya bisa mempercepat perkembangan pariwisata di Jakarta. Terutama kegiatan strategis agar mempercepat peningkatan kunjungan wisata,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Konsultan Pariwisata Indonesia Emeraldo Parengkuan.

Menurutnya lembaga yang terdiri dari gabungan unsur itu akan lebih fleksibel dalam merumuskan kebijakan dan memaksimalkan destinasi wisata yang sudah ada, sekaligus memuwujudkan destinasi wisata baru.

Kemudian Pemprov DKI juga harus fokus kepada pengembangan destinasi yang selama ini sudah banyak dikenal oleh wisatawa lokal dan wisatawan mancanegara. Misalnya Kepulauan Seribu dan  Kawasan Kota Tua dan Setu Babakan.

Kepulauan Seribu, misalnya harus dipilih karena sejalan dengan Program Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata yang telah menetapkan  Kepulauan Seribu sebagai 10 destinasi wisata baru setelah Bali. Dengan ketetapan Pemerintah Pusat tersebut, dengan sendirinya ada dukungan anggaran bagi pengembangan pariwisata di Kepulauan Seribu yang bisa dimanfaatkan oleh Pemprov DKI.

“Jadi jangan sia-siakan kesempatan tersebut, karena Pemprov DKI bisa bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dalam mengembangkan infrastruktur penunjang di Kepulauan Seribu yang masih kurang,” tutur Aldo yang mengaku sempat memaparkan sejumlah konsep pengembangan pariwisata Jakarta termasuk Kepulauan Seribu saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo.

Hanya saja untuk mengambangkan pariwisata di Kepulauan Seribu lanjut Aldo, ada baiknya Pemprov DKI membagi kepulauan yang dekat dengan Jakarta tersebut kedalam beberapa zonasi.

Zonasi pertama adalah zonasi yang sifatnya entertaintment. Ini bisa dikembangkan di pulau yang jaraknya tidak jauh dari Jakarta. Misalnya Pulau Bidadari dan pulau-pulau lainnya. Di pulau-pulau yang masuk zonasi ini bisa dikembangkan berbagai wisata permainan air seperti zet ski, banana boat.

Kedua, zona eco-tourism atau zona ramah lingkungan yang natural. Di pulau yang masuk di dalam zona ini, pembangunan sarana dan prasana wisatanya diupayakan tidak menggunakan beton. Jadi bisa dikembangkan seperti Kepulauan Maladewa. Pola ini memungkinkan karena air di pulau yang masuk dalam zonasi ini belum tercemar. Karena itu di pulau-pulau ini sangat ideal untuk olahraga snorkeling bahkan diving. Kemudian juga harus dipikirkan untuk pemenuhan  kebutuhan makanan organik secara swa kelola.

Ketiga zona histori. Ini bisa dikembangkan di beberapa pulau yang memiliki nilai sejarah, misalnya Pulau Onrust. Hanya saja perlu diperlu dilengkapi oleh pemandu wisata yang bisa menjelaskan sejarah pulau tersebut secara menarik serta perbaikan parasarana yang ada di pulau-pulau tersebut.

Di luar urusan zonasi tersebut juga perlu dikembangkan standardisasi  homestay yang selama ini banyak tersebar di Kepulauan Seribu. Pemilik home stay harus diberikan pemahaman mengenai bagaiamana memberikan kenyamanan kepada pengunjung melalui keramah-tamahan, menjaga kebersihan, penyedian makanan yang hiegenis dan penyediaan sarana komunikasi yang standard.

Yang juga tak kalah penting adalah akses menuju Kepulauan Seribu dan transportasi antar pulau juga mesti diperbanyak lagi. Artinya kapal-kapal yang ada mesti layak untuk memberikan kenyamanan kepada penumpangnya. Karena itu pembenahan Pelabuhan Muara Baru mendesak untuk dilakukan selain membuka rute Transjakarta ke Pelabuhan Muara Baru.

Kemudian untuk Pengembangan Pariwisata di Kawasan Kota Tua, penting untuk dilakukan pembenahan menyangkut sarana yang ada di sejumlah museum yang ada disana. Beberapa pekerjaan rumah yang harus diperbaiki segera antara lain penyediaan pamandu wisata yang bisa menjelaskan secara menarik kepada wisatawan yang berkunjung ke museum, sarana dan prasana yang kurang lengkap dan terkesan tak terawat serta kebersihan yang harus ditingkatkan.

“Kawasan Kota Tua adalah kawasan bersejarah. Jangan heran disana banyak sekali dijumpai museum. Tapi sayangnya selama ini banyak museum yang ada kawasan kota tua kondisinya belum ideal untuk menarik wisatawan. Karena sarana yang ada kurang memadai dan terkesan dikelola ala kadarnya,” tutur Emeraldo.

Ironisnya museum yang dikelola oleh Pemprov DKI tersebut berbeda jauh dengan Museum  Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri yang lokasinya juga berada di kawasan yang sama.

“Jakarta punya banyak museum. Kalau standar pengelolaan museum yang dimiliki Pemprov disamakan dengan Museum BI dan Museum Bank Mandiri, saya yakin akan lebih banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung,” cetusnya.

Penyediaan Paket Wisata

Dibandingkan dengan sejumlah Ibukota negara Asean yang lebih maju pariwisatanya seperti Kuala Lumpur, Singapura dan Bangkok, Jakarta sejatinya tidak kalah potensi wisatanya.

Sebagai ibukota negara Republik Indonesia Jakarta memiliki paket wisata yang layak dikembangkan untuk mengejar ketertinggalan dari ketiga Ibukota negara Asean tersebut. Misalnya paket wisata mice, heritage, sport tourism, budaya, keindahan alam dan bahkan wisata belanja.

Jangan lupa, sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia banyak lokasi MICE yang bisa digunakan untuk acara-acara bisnis dan kenegaraan. Selain itu sarana olahraga Jakarta juga sangat unggul kualitasnya usai penyelenggaraan Asian Games. Bahkan banyak juga pusat perbelanjaan berkelas yang tak kalah dibandingkan dengan pusat belanja yang ada di Singapura sekalipun.

Semua potensi tersebut bisa dijadikan peluang untuk membuat berbagai acara yang mendatangkan wiasatawan. Jadi banyak kelebihan Jakarta dibandingkan dengan ketiga ibukota negara Asean tersebut. Sayangnya hingga kini Pemprov DKI Jakarta belum memiliki positioning yang jelas dalam pengembangan potensi pariwisatanya.

Ketiadaan konsep yang jelas tersebut membuat pelaku industri pariwisata di Jakarta selama ini bergerak sendiri mengembangkan pariwisata di Ibukota. Itu makanya, jangan heran hingga kini belum ada roadmap (peta jalan) pengembangan pariwisata DKI untuk jangka pendek, menengah dan panjang.

Karena itu selain mengusulkan pembentukan Jakarta Tourism Board. Dalam jangka pendek Dinas Pariwisata DKI perlu segera mengundang stake holder pariwisata untuk membuat sejumlah paket wisata unggulan yang bisa dijual kepada wiasatawan yang akan berkunjung ke Jakarta.

Selama ini pilihan paket wisata ini yang nggak bisa ditemukan di Jakarta. Bahkan di Bandara Soekarno Hatta dan sejumlah tempat lain yang strategis tidak ada outlet khusus yang dimiliki oleh Dinas Pariwisata yang bisa digunakan untuk mempromosikan wisata Jakarta sekaligus menjual paket-paket wisatanya. Padahal hal ini sudah dilakukan oleh Bangkok, Kuala Lumpur dan Malaysia.

Di Singapura misalnya kita mudah menemukan pusat informasi pariwisata yang memudahkan wisatawan yang datang kesana. Di sejumlah outlet strategis dijual sejumlah paket wisata yang bisa dipilih oleh wisatawan. Karena itu wisatawan dimudahkan untuk memilih paket wisatanya, antara lain paket city tour tanpa menginap atau menginap.

Sejumlah pilihan paket wisata ini yang harus dibuat oleh Dinas Pariwisata DKI. Misalnya untuk paket city tour wisatawan bisa berkunjung Kawasan Kota Tua, Gedung Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Monumen Nasional (Monas), Kawasan Setu Babakan dan seterusnya. Dengan catatan di lokasi yang menjadi destinasi kunjungan harus ada aktifitas pertujunkan yang bisa dilihat oleh wisatawan.

“Jangan sampai di lokasi yang dikunjungi tidak ada aktifitas kesenian dan kebudayaan yang bisa menarik wisatawan,” papar Aldo.

Selanjutnya untuk paket menginap selain destinasi yang sudah disebutkan diatas bisa ditambah lagi dengan menginap di Kepulauan Seribu. Semua paket tersebut bisa dijual dengan bekerjasama dengan stake holder terkait, misalnya Dinas Perhubungan untuk penyediaan sarana tranportasinya, dan sejumlah SKPD terkait untuk penyediaan sarana penunjang lainnya.

Terakhir yang perlu dipikirkan dalam upaya mengembangkan pariwisata di Jakarta adalah bagaimana menjaga kebersihan destinasi wisata yang ada. Ini mulai dari fasilitas MCK, telekomunikasi, sarana untuk kalangan difabel dan sarana penunjang lainnya.

“Saya banyak berkunjung ke sejumlah destinasi wisata di tanah air, semuanya memiliki keunggulan dibandingkan dengan destinasi wisata negara lain. Sayangnya destinasi wisata lokal tersebut hingga kini cuma sedikit yang ditangani dengan baik,” ungkap Aldo.

Karena itu saya setuju dengan pandangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jakarta untuk mendorong Pemprov DKI Jakarta mengembangkan potensi pariwisata Ibukota secara lebih serius lagi dari sekarang. Tetapkan roadmap pengembangan pariwisata Jakarta dari sekarang. Undang semua stake holder untuk membahasnya.

“Kalau itu semua dilakukan, saya yakin Jakarta akan lebih berkembang lagi pariwisatanya daripada sekarang dan kedepan bukan tidak mungkin bisa menyusul Singapura dan Kuala Lumpur dalam mendatangkan wisatawan mancanegara,” pungkasnya. (win)

Related Articles

Back to top button