EKONOMINASIONAL

Bukan Sekadar Cari Untung

Adang Nitrogen okehMengembuskan semangat Islami, mengadopsi bisnis syariah, Green Nitrogen menerapkan kebersamaan. Pluralisme pun dijaga; investor bisa siapa saja. Tanpa sekat identitas.

Kalau merujuk teori bisnis, tentu panutan pertama berpegang pada potensi hasil survei market. Tapi, sepertinya teori tak melulu selaras dengan realita. Inilah yang dialami Adang Wijaya saat memulai bisnis Green Nitrogen.

Pada tahap awal dirinya melakukan survei terhadap sepuluh pemilik kendaraan. Hasilnya, ternyata pemilik mobil seakan melupakan kodrat kepemilikan kendaraan, yakni selamat juga nyaman. Mayoritas pengendara malah menempatkan paras kendaraan sebagai bagian terpenting. “Saya melakukan survei 10 orang pemilik kendaraan mobil apa yang ia perhatikan sebelum berkendara? Ternyata 6 orang diantaranya memperhatikan bodi. 3 orang menjawab mengecek bahan bakar kendaraan. Hanya 1 orang yang mengecek ban mobil,” akunya.

Padahal, ban mobil merupakan bagian vital dalam keselamatan berkendara. Dari tiga penyebab kecelakaan, kebanyakan akibat tiga hal; human error atau kelalaian pengendara, kemudiaan diikuti rem yang tak berfungsi baik, dan kondisi ban. Lantaran itu, Adang bertekad mau turut menggugah kesadaran keselamatan pengendara lewat perhatian kepada ban. “Saya sering bilang kepada kawan-kawan kalau profesi kita ini mulia, menjaga keselamatan pengguna kendaraan. Semewah apa pun kendaraan kalau ban kempes atau kena paku, tidak mungkin bisa dipacu,” ungkapnya.

Adang memang dalam menjalankan bisnis senantiasa mengedepankan nilai-nilai luhur. Ia bahkan menyebut pesaing usaha sejenis sebagai mitra bisnis strategis. Meski dirinya pun pernah merasakan getir saat menerima kenyataan dua sahabatnya yang ikut membidani lahirnya usaha Green Nitrogen lebih memilih mengembangkan usaha sejenis dengan perusahaan lain. “Sangat disayangkan memang, tapi mau bilang apa karena memang setiap orang dewasa punya hak dalam menentukan pilihan,” imbuhnya.

Dalam menjalankan usaha, Adang meyakini bisa berdiri saling melengkapi dengan pesaing yang ia namakan mitra bisnis strategis. Ia mencontohkan pada sistem perdagangan pada pasar tradisional. Di mana, sesama penjual meski berjualan dengan barang sejenis bisa berdampingan atau berdekatan, bahkan tak jarang saling bekerjasama. “Pesaing istilah yang ditanamkan pebisnis kapitalis yang berkembang di Barat,” Adang meyakini. “Dengan modal kejujuran, tanggung jawab, komunikasi yang baik, dan kecerdasan, kami selalu berusaha tidak hanya mencari untung, tapi lebih memberi manfaat buat banyak orang,” dirinya menambahkan.

Lantaran itu PT Global Insight Utama, sebagai induk Green Nitrogen senantiasa mengusung teladan dalam menjalankan bisnis yang beretika dan keberkahan bersama. Karenanya struktur kerja bisnis Green Nitrogen terbilang aktif sekaligus agresif dalam memberikan pelayanan lewat enam enam unit strategis. Yaitu: supporting strategic unit yang memberikan kelancaran unit usaha, business strategic unit dengan tugas menjalin kemitraan dengan perusahaan pendukung bisnis seperti Pertamina, pemilik SPBU, ATPM (Agen Tunggal Pemilik Merek), hingga prinsipal ban.

Kepada sekitar 1500 karyawan pada 400 outlet Green Nitrogen mendapatkan jenjang karir yang pasti. Dari level operator naik posisi level supervisor hingga tingkatan manager. Berbekal pengalaman sebagai konsultan dan pengembang learning center, Adang pun memberikan berbagai pelatihan bagi karyawan diterima dari rekomendasi para sahabatnya. Hasilnya, tenaga kerjanya punya loyalitas serta mengedepankan kejujuran. “Insya Allah mereka punya akhlak baik. Hampir tidak pernah terjadi kasus karyawan gerai membawa lari uang hasil usaha,” terangnya.

Meski begitu kepemimpinan Adang menakhodai Green Nitrogen dengan elegan, dengan tak menempatkan posisi bak bos dan bawahan. Jakarta Review pun menemukan hubungan harmonis. Baik karyawan maupun Adang terkadang bersenda gurau. Terasa egaliter, meski tak melupan tugas dan fungsi sesuai job desk-nya. Adang pun dinilai punya sosok leadership dengan integritas.

Dirinya sadar betul kalau bisnis Green Nitrogen yang ia kembangkan mudah ditiru orang, terlebih bagi karyawan yang sudah pernah bekerja pada perusahaannya. Nah, celah menutup upaya duplikasi Adang pun memberlakuan karyawan secara manusiawi. Karyawan mendapat pilihan bila punya etos kerja militan, mau belajar, dan berakhlak mulia, maka bisa melejitkan diri keluar dari kelompok marjinal yang terseok di dera hantaman ekonomi. “Kinerja yang kompak akan menghadirkan kekompakan, kecepatan, dan keseimbangan perusahaan,” begitu pendapatnya.

Memang sejatinya, Adang mengusung bisnis Green Nitrogen dengan nilai Islami, berkonsep syariah. Berpaku pada perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW yang awalnya menjadi pengembala ternak hingga sukses menjadi pedagang berpedoman pada trust. Adang mengilhami pepatah Arab; man jadda wajada yang berarti siapa bersungguh-sungguh akan berhasil dan man hashada zara’a dengan maksud siapa menanam akan menuai. Kami berbisnis dengan nilai Islami, dengan mendidik akhlaknya. Karena mereka bekerja di outlet minim pengawasan, jadi diperlukan kejujuran. Karenanya kami tidak buka lowongan besar-besaran tapi dari referensi,ujarnya.

Tapi bukan berarti Green Nitrogen menutup diri kepada penganut kepercayaan lain. Adang menyatakan membuka diri terhadap keberadaan investor lain tanpa memandang identitas. Karenanya beberapa investor merupakan Non Muslim, bahkan dari kalangan etnis Tionghoa. “Green Nitrogen memang membuka peluang investasi bagi siapa pun yang berminat menjadi investor,” tuturnnya.

Dalam kerja sama kepada investor pun kental terasa aroma kebersamaan. Sistem bagi hasil dilakukan secara tranparan dan akuntabel. Pada awalnya investor akan mendapatkan bagian 70 persen dari laba bersih, sementara pengelola usaha Green Nitorgen kecipratan 30 persen saja. Hal ini terjadi selama tiga tahun yang bertujuan mempercepat waktu pengembalian modal yang sudah dikeluarkan investor. “Perhitungan kami pengembalian modal bisa tercapai satu hingga dua tahun saja. Baru di tahun keempat bagi hasil menjadi sama, yakni 50:50,” sergahnya. “”Konsep kebersamaan Green Nitrogen dengan dua pola pendukung. Pertama, pola keuntungan dengan bagi hasil. Kedua, mengutamakan yang lemah untuk berbisnis dan bekerja,” ia menambahkan.

Pernah godaan menghampiri saat Green Nitrogen baru memasuki usia enam bulan. Sekonyong-konyong seorang investor menawarkan pengambilalihan perusahaan atau akuisisi dengan pembayaran Rp 4 miliar pada 27 outlet yang sudah terbentuk dengan total investasi hanya Rp 2,5 miliar. “Tawaran itu saya tolak karena saya lebih mengutamakan amanah dari para investor. Saya bilang juga percuma membeli usaha ini karena aura bisnis ada pada saya,” sebutnya bangga. (Nap)

Related Articles

Back to top button