Regenerasi Dosen Jadi Program Khusus Untar
Jakarta Review, Jakarta – Salah satu tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi adalah diperlukannya regenerasi tenaga pengajar atau dosen, tak terkecuali dengan Universitas Tarumanagara (Untar).
Rektor Untar Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan mengatakan, kampus terbaik ke 3 dari 50 perguruan tinggi di Jakarta tahun 2020 itu, terus melakukan kaderisasi dan regenerasi terhadap dosen. Sebagai perguruan tinggi yang sudah berusia 62 tahun, dirinya menyadari bahwa dosen-dosen senior sudah banyak yang memasuki purnabakti atau pensiun.
“Konsentrasi Untar terhadap sumber daya manusia (SDM) adalah bagaimana melakukan regenerasi dengan tepat kepada tenaga yang baru atau lebih muda. Terutama untuk SDM yang terkait dengan tenaga pengajar atau dosen, karena merekalah pilar utama yang akan menggerakkan sistem didalam perguruan tinggi,” ujar Agustinus disela-sela Halal Bihalal di lingkungan Untar, Selasa (25/5).
Rektor Terbaik Perguruan Tinggi Swasta tahun 2019 ini mengakui, sejumlah dosen senior yang ada di Untar khususnya dari angkatan pertama dan kedua sudah banyak yang pensiun. Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan, kata Agustinus adalah menyiapkan dosen-dosen baru yang lebih mudah dan fresh.
“Tantangannya adalah mencari dosen yang memiliki kemampuan seperti dosen senior itu memang tidak gampang. Butuh waktu untuk mendidik dosen yang baru. Namun kami sudah siapkan sejumlah langkah seperti adanya program hibah profesor, hibah calon lektor kepala atau hibah studi biasa. Program-program yang kita lakukan ini adalah untuk menciptakan dosen-dosen yang bekualitas,” jelas Agustinus.
Lebih lanjut diungkapkan Agustinus, untuk meningkatkan kualitas lulusan Untar, pihaknya giat melakukan pertukaran mahasiswa internasional secara mandiri, memperkuat program-program pembelajaran kampus merdeka dan memberikan kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Sementara itu, terkait dengan Kampus Merdeka, Agustinus mengatakan di Untar dilaksanakan melalui banyak hal, seperti memberikan pengakuan kepada prestasi mahasiswa yang relevan dengan pengembangan profesional dan entrepreneurial dikonversi menjadi SKS mata kuliah, serta mengarahkan tugas akhir berbasis inovasi perancangan industri, kebutuhan dunia industri, dan profesional.
Namun, mengenai kebijakan Kampus Merdeka ini, dirinya menyarankan agar ada regulasi yang jelas guna mengatur pelaksanaannya di lapangan. Pasalnya, dalam melakukan kegiatan akademik antar sesama perguruan tinggi terdapat perbedaan strata atau tingkatannya. Sehingga, perguruan tinggi papan atas misalnya, akan memilih yang selevel dengan mereka dalam bermitra untuk program pertukaran mahasiswa.
“Begitu juga dalam hal kerjasama lainnya seperti penelitian misalnya, dan pada akhirnya perguruan tinggi yang levelnya di bawah, tidak mendapatkan mitra yang lebih bagus dan tentu saja hal ini tidak baik dampaknya terhadap pendidikan tanah air. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang tepat dalam menjalankan program Kampus Merdeka,” tandas Agustinus.