Jakarta Review Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengusulkan agar ijazah kelulusan bisa dijadikan agunan kredit perbankan bagi para pengusaha pemula (startup). Dengan demikian, akan banyak anak muda yang tertarik terjun ke dunia wirausaha sehingga mengurangi tingkat pengangguran.
”Di India, ijazah bisa menjadi agunan. Seorang lulusan diploma tiga (D-3) bisa mendapat kredit hingga Rp 100 juta, sementara lulusan sarjana bisa meminjam uang sampai Rp 120 juta dengan menggadaikan ijazahnya ke bank,” ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia (3/9) lalu.
Cara paling jitu untuk mendorong minat pemuda terjun menjadi wirausaha adalah mempermudah akses pembiayaan. Karena itu lanjut Bahlil, saat ini Hipmi menyusun draf rancangan undang-undang (RUU) pengusaha pemula untuk mempermudah akses pembiayaan bagi pengusaha pemula. Beleid ini diharapkan bisa menjadi payung hukum agar pemerintah lebih memperhatikan pengusaha pemula. RUU tersebut ditargetkan masuk dalam program legislasi nasional pada 2016.
“Saat ini draf RUU sedang digodok secara akademis,” jelasnya.
Menurutnya, lembaga keuangan tidak bisa memperlakukan pengusaha pemula sama dengan pengusaha mapan lainnya, terutama terkait dengan penjaminan (collateral).
“Mereka ini jelas tidak punya aset besar yang bisa dijaminkan. Sementara itu, bank menuntut jaminan tersebut,” ungkapnya.
Parahnya lagi, bank meminta laporan keuangan dalam tiga tahun usaha. Hal itu tentu saja jelas memberatkan karena mayoritas pengusaha pemula belum memilikinya.
“Kita bisa tiru India. Setelah dilatih, para mahasiswa bisa ke bank dan mendapat pembiayaan,” tambahnya.
Cara pandang di Indonesia, lanjut Bahlil, sangat berbeda dengan negara lain. Kalau di negara lain, bank menciptakan pengusaha. Sebaliknya, di Indonesia, seorang pemula harus mengemis-ngemis ke bak untuk menjadi pengusaha.
“Bank di Indonesia tidak sungguh-sungguh ingin menciptakan pengusaha, apalagi pengusaha pemula,” pungkasnya.