EKONOMI

Panas Bumi Dalam Negeri Melempem

Ongkos produksi geothermal yang mahal jadi biang keladi

ilustrasi foto : energitoday.com
ilustrasi foto : energitoday.com

Jakrev.com – Meski menjadi salah satu potensi penyumbang energi listrik terbesar, potensi energi panas bumi (geothermal) dalam negeri bisa menyumbang listrik sampai 29 gigawatt tampaknya belum menjadi primadona. Hanya PLN yang bersedia membeli, meski tanpa ditanggung selisih subsidi layaknya BBM.

Memang merujuk data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, potensi energi panas bumi (geothermal) dalam negeri bisa menyumbang listrik sampai 29 gigawatt. Hanya saja  yang bisa dihasilkan untuk memenuhi listrik di dalam negeri baru 140 megawatt, atau hanya 4,9 persen dari total potensi.

Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Tisnaldi mengungkapkan industri panas bumi tidak banyak pelakunya. Hingga saat ini hanya PT PLN (persero) saja yang menggunakan energi geothermal untuk pembangkit listrik. “Panas bumi hanya PLN sebagai single buyer,” ujar Tisnaldi di Jakarta, kemarin.

Kendala lainnya energi panas bumi adalah ongkos produksi yang mahal. Tisnaldi menyebutkan pada awal produksi panas bumi membutuhkan biaya 7 juta dollar AS untuk satu sumur, namun sekarang sudah mencapai 10 juta dollar AS. Selain itu tarif listrik menggunakan panas bumi pada awalnya 1 megawatt sekitar 3 juta dollar AS sekarang menjadi 5 juta dollar AS. “Ongkosnya menjadi mahal untuk pengeboran,” jelas Tisnaldi.
Masalah lain di sektor geothermal adalah binary. Dengan situasi tersebut, panas bumi menjadi dingin dan sulit digunakan. Proyek panas bumi sendiri mengalami mangkrak.

Sebelumnya, PT Chevron Geothermal Indonesia hengkang dari Proyek Panas Bumi di Gunung Ceremai, Jawa Barat. PAdahal, perusahaan migas raksasan asal Abang Sam itu sudah memenangkan lelang atas proyek geotermal yang bernilai Rp 60 miliar tersebut. Alhasil, Ditjen EBTKE kembali melelang proyek ini. (Renold Rinaldi)

Related Articles

Back to top button