Jakarta Review – Industri asuransi Indonesia harus siap menghadapi sejumlah tantangan termasuk perubahan orientasi pasar. Masih rendahnya angka penetrasi Industri asuransi di Indonesia dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang kini telah mencapai 250 juta jiwa membuat prospek bisnis asuransi di Indonesia masih sangat menjanjikan hingga beberapa tahun ke depan.
Namun demikian, pelaku industri asuransi juga harus bersiap menghadapi sejumlah tantangan yang menghadang termasuk diantaranya perubahan orientasi pasar demikian disampaikan oleh Anggota Pengawas Dewan Asuransi Indonesia Harry H. Diah di Jakarta (20/10/2015), terkait dengan peringatan Hari Asuransi Nasional (Insurance Day) yang jatuh tiap tanggal 18 Oktober ini.
Menurutnya kini telah terjadi perubahan pasar yakni dari generasi yang dilahirkan sebelum tahun 1970-an menjadi generasi yang kini berusia 30-35 tahun, masih single atau keluarga kecil dan muda.
Jadi prospek adalah mereka yang lebih terpelajar, memiliki cukup uang, dapat menerima dan tertarik dengan asuransi serta memiliki kepedulian dengan asuransi. Tetapi mereka ini yang kebanyakan berasal dari kelompok middle class dan middle lower, memiliki kecenderungan untuk membeli yang simpel, dengan cara yang cepat, premi yang murah.
Mereka ini ingin tahu perhitungannya, benefit yang akan mereka dapatkan, dan sedikit menekankan hubungan personal atau lebih akrab.
Dari berbagai sumber yang saya dapatkan, secara umum industri asuransi di Indonesia mencatat perkembangan bisnis yang bagus di tahun 2014. Terlebih, jika memperhatikan pertumbuhan ekonomi di tahun lalu yang hanya sebesar 5,02 persen, kata pendiri Avrist Insurance ini.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan premi asuransi nasional juga tergolong tinggi. Bahkan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan premi di tahun sebelumnya.
Jadi, pertumbuhan yang ada akan sangat bergantung kepada para pelaku bisnis di industri asuransi untuk dapat menggapai pasar individu untuk membeli proteksi asuransi jiwa, tandasnya.
Berdasar data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), per Desember 2014 industri asuransi jiwa membukukan pendapatan premi sebesar Rp167,76 triliun, naik 33,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp125,82 triliun.
Sementara itu untuk asuransi umum, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), secara nasional industri asuransi umum meraup premi sebesar Rp55,1 triliun, tumbuh 17,98 persen dibanding tahun 2013 yang tercatat sebesar Rp 46,7 triliun.
Pertumbuhan premi yang tinggi ini diharapkan dapat terus dijaga, mengingat angka penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah. Berdasar data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai akhir 2014, angka penetrasi asuransi komersial hanya 1,74 persen. Angka tersebut merupakan perbandingan antara total premi bruto asuransi terhadap perdapatan domestik bruto (PDB).
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, memang ada peningkatan penetrasi karena pada tahun 2013 penetrasi asuransi berada di angka 1,65 persen. OJK menargetkan penetrasi industri asuransi mampu tumbuh 20 persen dalam rentang 2-3 tahun ke depan.
Terkait masih rendahnya penetrasi asuransi ini, Harry Diah mengingatkan agar sosialisasi asuransi harus selalu dilakukan.
Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan secara bersamaan oleh seluruh pelaku bisnis industri asuransi yang juga harus mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah melalui kebijakan dan peraturan yang di terbitkan. Sosialisasi ini bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan edukasi yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan dari berbagai usia, yang didukung dengan adanya produk yang sesuai juga dengan kebutuhan, cetusnya.
Selain sosialisasi, yang juga tak kalah penting untuk dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat. Edukasi harus dilakukan secara berkala dengan komitmen yang tinggi dari semua pelaku industri ini. Di sisi yang lain, industri juga harus memiliki produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat dengan cukup mudah dimengerti oleh mereka. (win)