Jakarta Review – Peluncuran buku fotografi bertajuk Sepuluh Tahun Perjalanan Toba bagaikan menembus lorong waktu kembali ke masa silam menelusuri jejak sejarah budaya dimulai dari asal-muasal leluhur Batak yang menjadi sebuah perjalanan kehidupan nenek moyang orang Batak untuk senantiasa menghormati leluhur dan memelihara alam lingkungan.
Kehidupan masyarakat Batak yang merupakan tanah kelahiran Hasiholan Siahaan pewarta foto senior Koran SINDO, secarakhususmenampilkanrekaman visual terbaiksebanyak 144 fotoyang menjadicatatansejarah kearifan budaya lokal dan kehidupan sosial leluhur Batak Toba daritujuhKabupaten di wilayah Sumatra Utara yang sangat beragam serta jarang terekspos, khususnya kehidupan masyarakat yang bermukim di kawasan danau Toba hinggakini dalam literatur sejarah diyakini menjadi tempat diturunkannya orang Batak pertama kali.
Membutuhkan waktu sepuluh tahun sejak 2006 memulai riset dari berbagai sumber yang sangat terbatas, namun menjadi sebuah tantangan untuk memahami secara utuh peradaban Batak dengan mendatangi banyak lokasi dengan perjalanan naik turun gunung, menyusuri jalan setapak denganjurang mengintai, serta menyeberangi sungai dengan perahu kecil yang bocor dilakukan demi pengambilan gambar terbaik melalui kamera.
Tujuan mendokumentasikan jejak peradaban dan budaya Batak ini untuk mewariskan pengetahuan agar generasi muda Indonesia tahu serta lebih peduli dengan ajaran yang ditinggalkan para leluhur dan tidak larut dalam modernisasi gaya hidup Barat, dengan harapan tidak melupakan jati diri sebagai orang Timur yang menghargai ajaran leluhur. Ujar Hasiholan Siahaan saat pembukaan, peluncuranbukudanpameran foto Sepuluh Tahun Perjalanan Toba, dianjungan Sumatera Utara TMII, JakartaTimur, Jumat 11/11/2016.
Lebih lanjut Hasiholan menambahakan proses seleksi foto yang sangat ketat dalam menyiapkan pameran ini, disela kesibukan tugas peliputan dan berkejaran dengan deadline, dengan target menampilkan karya foto yang terbaik untuk dilihat masyarakat luas merupakan sebuah pelayanan.
Tentunya masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan pameran foto ini, saran, masukan dan kritik yang kami harapkan demi peningkatan kualitas di masa mendatang, ujarnya.
Puluhan frame yang ditampilkan memberikan banyak informasi tentang identitas awal masyarakat Batak, misalnya lokasi yang dipercaya sebagai tempat awal leluhur Batak yaitu Gunung Pusuk Buhit. Ada lagi makam batu kuno yang diyakini sebagai makam leluhur di Huta (kampung kecil) Sihotang, pemukiman kecil di pelosok Samosir bertembok batu peninggalan zaman megalitikum
Sejumlah foto yang ditampilkan juga menyiratkan banyak ajaran mengenai penghormatan kepada arwah leluhur, kesederhanaan, nuansa religius yang kini mulai dilupakan. Kearifan lokal yang menyiratkan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat juga tak luput ditampilkan dalam pameran ini. Ritual-ritual tradisionil, seperti Mangokal Holi, Parmalin, Persembahan kepada danau Toba menjadi sebuah ritual menjaga kelestarian lingkungan ditengah kegelisahan akan kondisi alam terkini di kawasan Danau Toba, sulitnya perajin tradisional tenun Batak untuk bertahan, hingga penanggalan dan aksara Batak, juga tak luput dari jepretan kamera Hasiholan.
Pameran foto karya Hasiholan tersebut berlangsung mulai 11-13 November 2016. Selain itu digelar pula Diskusi Budaya Batak yang akan dibahas oleh para budayawan Bertajuk Toba dalam Perspektif Lintas Budaya, serta sebuah diskusi fotografi bertema Fotografi dalam Bingkai Seni Budaya dengan nara sumber sejumlah fotografer senior yang berpengalaman berkarya fotografi bidang seni budaya. (win)