Jakarta Review – Pakar manajemen Prof Rhenald Kasali kembali merilis buku berjudul “Curse To Blessing: Transformasi Bojonegoro Melawan Kutukan Alam”, Selasa (20/12/2016) di Jakarta.
Buku setebal 200 halaman terbitan mizan ini ditulis dengan gaya naratif tentang perlunya kesadaran akan unsur kekayaan sumber daya alam sebagai faktor pendorong kemajuan suatu daerah dimaksudkan sebagai sumbangan bagi daerah-daerah lain untuk dapat memaksimalkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya untuk masa depan.
Dalam bukunya Rhenald Kasali banyak bercerita tentang Bojonegoro. Sebuah Kabupaten yang pernah menjadi daerah termiskin di Jawa Timur. Namun karena konsep pembangunan berkalanjutan yang dikembangkan oleh kepala daerahnya, kini telah berhasil menjadi daerah dengan pembangunan paling pesat berkat keberhasilan mengelola kekayaan minyak sebagai modal pertumbuhan dan modal investasi pembangunan sumber daya manusia.
“Jika kita baca sejarah, dulu Bojonegoro adalah daerah miskin. Kalau hujan kebanjiran, kalau kemarau kekeringan. Kini berkat minyak, Bojonegoro maju pesat. Namun, bukan itu yang membuat Bojonegoro fenomenal. Visi pembangunan pemimpinnya yang membuat potensi Bojonegoro mampu dimaksimalkan,” tutur Rhenald Kasali.
Guru besar manajemen dari Universitas Indonesia (UI) ini memaparkan adanya fenomena kutukan sumber daya alam (resource curse) merupakan fenomena dimana daerah atau negara yang kaya sumber daya alam mengalami sebuah kondisi dimana pertumbuhan perekonomian mereka tidak sepesat daerah atau negara yang tidak memiliki kekayaan alam. Bahkan kekayaan alam yang dimiliki tersebut justru membawa masyarakat dalam kondisi penuh konflik dan hidup miskin.
Sebagai contoh daerah-daerah di Indonesia yang kaya sumber daya alam. Sejumlah provinsi-provinsi penghasil tambang batubara di Kalimantan, atau penghasil emas di Sulawesi dan Papua, justru berada dalam gelombang kemiskinan. Bahkan daerah yang meski lumbung energi, kondisi listriknya tidak bisa diandalkan untuk terus menyala 24 jam.
“Hal-hal tersebut menjadi contoh di mana kekayaan alam, bukannya menjadi berkah, malah menjelma menjadi kutukan. Bagai ayam mati di lumbung padi, sebuah daerah kaya sumber daya alam ternyata bisa hidup dalam keterbelakangan dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan pemimpin daerah yang memiliki visi, agar berkah alam itu tidak menjadi kutukan,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang Bupati Bojonegoro Suyoto menuturkan dirinya disadarkan kondisi yang telah menimpa daerah lain sehingga dirinya kemudian becermin pada ada banyak negara yang tidak mempunyai sumber daya alam apa pun tapi mampu memakmurkan diri.
“Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura ataupun Israel memiliki kesadaran yang berorientasi pada keunggulan daya saing dan produktivitas lewat pemerintah yang bersih, masyarakat yang disiplin dan industrialisasi yang ditangani orang-orang profesional. Intinya, harus ada investasi pada manusia sebagai modal di masa mendatang,” tutur Suyoto.
Sebaliknya, dalam catatan Yoto, kekayaan alam bisa menjadi kutukan. Dia menyebut Arun di Lhokseumawe dan Sangasanga di Kalimantan Timur, serta Pulau Buru di Maluku adalah contoh terdekat bahwa sumber daya, bagaimanapun banyaknya, pada suatu saat akan habis. Sementara minimnya sumber daya alam, seperti yang dialami Singapura dan negara-negara lainnya, justru bisa menjadi berkah.
“Negara-negara tersebut memiliki kesadaran yang berorientasi pada keunggulan daya saing dan produktivitas lewat pemerintah yang bersih, masyarakat yang disiplin dan industrialisasi yang ditangani orang-orang profesional. Intinya, harus ada investasi pada manusia sebagai modal di masa datang,” tandasnya. (win)