SOSOK

Marina Ratna Dwi Kusuma: Antara Optimalisasi Asset dan Revitalisasi Perusahaan

 

Direktur Utama PD Dharma  Jaya, Marina Ratna Dwi Kusuma (Alif)
Direktur Utama PD Dharma Jaya, Marina Ratna Dwi Kusuma (Alif)

Bertahun-tahun dikelola dengan tidak professional, PD Dharma Jaya, BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) DKI yang bergerak dibidang pemotongan hewan ini terus merugi. Tak ayal perusahaan yang terletak di Penggilingan ini selalu gagal mengemban misi Pemprov DKI untuk menjaga ketahanan pangan DKI.

Jakarta Review – Kamis pagi sekitar pukul 09.30 WIB terjadi kemacetan luar biasa di Jalan Mampang Prapatan Raya Nomor 80 Jakarta Selatan. Kemacetan tersebut dipicu oleh penertiban lima rumah disana oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Selatan (Jaksel).

Langkah tersebut dilakukan terkait pengembalian aset daerah berupa tanah dan bangunan dengan luas lahan 356 meter persegi (m2). Pasalnya bangunan yang lokasinya persis di tepi jalan tersebut di dalamnya terdapat lima petak rumah itu diketahui merupakan bekas rumah dinas pejabat Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya yang sudah meninggal. Namun hingga kini, rumah tersebut masih dihuni oleh ahli waris pejabat yang bersangkutan beserta keluarganya.

Paska penertiban di lokasi tersebut Satpol PP Jakarta Selatan langsung memasang sebuah plang bertuliskan Tanah Milik Pemprov DKI Jakarta CQ PD DHarma Jaya Sesuai HGB No. 246. dipasang aparat Satpol PP.

Direktur Utama PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusuma menyambut baik upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Jakarta Selatan. Dengan penertiban tersebut, asset yang dimiliki oleh perusahaanya kita bisa digunakan untuk kepentingan yang strategis.

Menurutnya, bertahun-tahun perusahaan yang bergerak dibidang pemotongan hewan ini dikelola dengan cara yang tidak professional sehingga terus menerus mengalami kerugian.

Tak ingin kondisi tersebut terus berlanjut, dirinya langsung bergerak cepat melakukan berbagai pembenahan. Salah satunya yang akan dibenahi adalah manajeman asset berupa lahan. Setelah masuk kesini ternyata perusahaan banyak memiliki asset berupa lahan yang cukup luas dan tersebar di berbagai wilayah. Sayangnya asset tersebut tidak dioptimalkan untuk memberi keuntungan buat perusahaan, ujarnya kepada Jakarta Review.

Adapun lahan yang dimiliki oleh perusahaan antara lain lahan seluas 650 meter persegi di Tanjung Priok Jakarta Utara, Klender Jakarta Timur seluas 1000 meter persegi, Mampang Prapatan Jakarta Selatan seluas 5800 meter persegi, Warung Buncit Jakarta Selatan seluas 350 meter persegi dan terakhir di Serang Provinsi Banten.

Sejumlah lahan tersebut lanjut Ratna kini digunakan seoptimal mungkin untuk kepentingan perusahaan. Misalnya tanah yang di Klender disewakan kepada pihak ketiga dan hasilnya kini perusahaan mendapatkan uang senilai Rp100 juta pertahun. Dari uang hasil penyewaan lahan tersebut, separuhnya bisa kita gunakan untuk membayar PBB.

Di Tanjung Priok lahan yang ada kita sewakan juga dan hasilnya kami mendapat pembayaran sebesar Rp5 juta perbulannya. Oleh penyewa lahan tersebut digunakan untuk lahan parkir. Untuk lahan yang di Mampang Prapatan rencananya akan kita jadikan rumah susun sewa (rusunawa). Saat ini sedang dikaji prosesnya. Sementara untuk lahan di Warung Buncit, karena lokasinya strategis, rencananya akan kita jadikan meat shop.

Khusus lahan di Warung Buncit ini kelihatannya bisa segera digunakan. Pasalnya lahan yang sebelumnya dihuni oleh ahli waris mantan pejabat perusahaan yang sudah meninggal, kini sudah dibebaskan oleh Pemkot Jakarta Selatan.

Dulu untuk lahan yang Tanjung Priok dan di Klender kita sama sekali nggak dapat apa-apa, tapi kita tetap harus bayar PBB sementara lahan nggak jelas peruntukkannya, ucapnya.

Marina menambahkan saat dirinya masuk, sebagai pimpinan disini, saya diwarisi beban hutang di Bank DKI sebesar Rp.18 miliar. Namun di posisi 3 Desember 2014 hanya disisakan uang Rp.2,1 miliar. Padahal dirinya harus membayar gaji bulanan yang biasanya menghabiskan uang sebesar Rp1,60 miliar. Memang nggak lama setelah itu yaitu pada tanggal 29 Desember 2014, perusahaan mendapat Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) sebesar Rp5 miliar. Tapi sayangnya uangnya nggak bisa digunakan untuk menutup kerugian, karena saat itu digunakan untuk proyek yang nggak penting.

Menyadari kondisi tersebut, saya minta perubahan. Tapi sayang tetap nggak bisa dirubah. Akhrinya di PMP tersebut yang bisa dipakai hannya Rp4 miliar. Nah dengan uang sebesar Rp4 miliar itulah kemudian saya bisa melakukan beberapa hal perbaikan. Misalnya renovasi kantor dan pembuatan meat shop.

Perluasan Kerjasama Demi Ketahanan Pangan

Tak hanya menertibkan asset, upaya perbaikan lain juga dilakukan Marina. Misalnya, perbaikan kebersihan areal Rumah Potong Hewan (RPH), pembatasan akses masuk ke RPH dan rutin melakukan sidak untuk melakukan pengambilan sampel. Dulu semua orang bebas masuk kesini, sekarang kita buat lebih tertib sehingga orang yang tidak berkepentingan nggak bisa masuk. Dulu banyak karyawan yang bolos atau nggak kerja tapi tetap digaji. Dulu potong hewan dimana-mana, sekarang nggak lagi. Dulu dokter hewannya nggak ada tapi tanda tangannya ada. Dulu tiap tiga bulan dilakukan pengambilan sampel secara sidak. Kini walau nggak gampang, selama setahun ini semuanya sudah kita perbaiki, semuanya demi keamanan pangan yang lebih baik, jelas Marina.

Di RPH lanjut Marina seharusnya ada mekanisme peredaran daging yang benar. Jangan lupa, yang namanya ketahanan pangan itu bukan hanya kecukupan tapi juga keamanan pangan. Karena itu distribusi daging dari RPH sampai ke pasar prosesnya harus benar. Dan saat ini kami ingin memperbaiki hal itu.

Untuk mencapai ketahanan pangan di DKI, PD Dharma Jaya sudah melakukan berbagai upaya kerjasama dengan beberapa pihak. Misalnya kerjasama pengadaan dan peternakan sapi dengan Pemerintah Kabupaten Nusa Tenggara Timur. Disana kami ingin hadir disana dengan menghadirkan edukasi bagaimana mengelola ternak sapi yang baik. Karena itu kami melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Edukasi itu penting. Karena dalam peternakan sapi ini pemerintah harus turun. Apalagi breeding itu, pekerjaan yang nggak menghasilkan profit dalam jangka pendek. Karena itu nggak heran banyak pihak yang lebih suka impor dan penggemukan fatening, tuturnya.

Tak cukup dengan NTT, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di DKI yang mencapai 650-1.000 ekor sapi per bulannya, PD Dharma Jaya juga menjajaki kerjasama dengan daerah lain. Yang paling baru adalah dengan Pemerintah Kabupaten Purwakarta. Saat ini, pihaknya tengah mencari lokasi yang tepat untuk bekerjasama dalam peternakan.

Sebelumnya PD Dharma Jaya juga sudah menjajaki untuk membuat peternakan sapi di Rumpin dan pengadaan sapi dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur. Semuanya dilakukan untuk menjamin pasokan kebutuhan daging untuk warga Jakarta. (win)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related Articles

Back to top button