SOSOK

Andika Surachman, Presiden Direktur PT. First Anugerah Karya Wisata (First Travel), Dari Pegawai Mini Market Menjadi Pengusaha Travel

Menjadi pengusaha tidak harus mempunyai ijazah sarjana dan modal besar. Yang diperlukan adalah keberanian dan terkadang modal nekat. Hal ini yang dilakukan oleh Andika Surachman (29 tahun) dan Anniesa Hasibuan (28 tahun), pasangan suami-isteri yang kini sukses mengembangkan biro perjalanan First Travel. 

Andika bersama sang istriJakrev.com –  Jalan hidup seseorang memang tak pernah ada yang tahu. Namun jika ada niat dan tekad untuk berusaha, bukan tidak mungkin apa yang diharapkan bisa terwujud. Hal seperti inilah yang dialami oleh Andika Surachman pemilik First Travel. Awalnya Andika hanyalah seorang pegawai di sebuah minimarket. Namun nasib berkata lain, kini pria yang baru berusia 29 tahun itu, sukses enjadi pengusaha travel khusus umrah.

Tak tanggung-tanggung, tahun lalu, ia berhasil mengantongi omzet 20 juta dollar AS dengan memberangkatkan 14.700 orang ke “tanah suci”. Dan di 2015 ini, sudah ada 35.000 orang yang akan melakukan umrah menggunakan jasa perusahaannya. Diperkirakan omzetnya tahun ini mencapai 60 juta dollar AS.

Hebatnya, untuk ukuran bisnis yang sejenis, kesuksesan yang diraih oleh Andika ini pun terbilang cukup singkat, yakni hanya dalam waktu sekitar 5 tahun. Andika mengawali bisnis ini pada 2009.

Menariknya Andika bercerita, dirinya terjun ke bisnis travel ini tanpa disengaja. Ia mengaku tak memiliki pengalaman sama sekali di bisnis ini. Ia belajar semuanya secara otodidak. Baik membaca buku maupun browsing-browsing di internet. “Awal saya memutuskan untuk berusaha itu hanya untuk survive (bertahan hidup), boro-boro punya mimpi jadi pengusaha sukses,” ujar Andika saat peresmian logo baru First Travel di Ritz Carlton, Jakarta, (14/2/2015) lalu.

Kalimat bertahan hidup tersebut sengaja ia tegaskan. Karena, diakuinya menjadi pengusaha bukan secara sengaja dilakoninya. Tuntutan hidup dan tanggung jawab kepada keluarga, membuatnya harus mencari segala macam peluang untuk meraup fulus.

Awalnya pria kelahiran Bogor, 29 Desember 1985 ini mengawali kerja selepas lulus SMA, sebagai pramuniaga di sebuah gerai minimarket di tahun 2004. Profesi ini dilakoninya selama sambil meneruskan pendidikannya di STIE TAMA Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Setahun kemudian, ia memutuskan untuk menikah muda dengan wanita pujaannya yang kini menjadi istrinya yaitu Anniesa Desvitasari Hasibuan sosok wanita yang dikenalnya sejak Sekolah Menengah Pertama. Untuk membiayai keluarga barunya, Andika pindah bekerja dengan status magang di kantor Pusat Bank Bukopin. “Saat itu dengan status magang, saya bekerja serabutan dari mulai urusan administrasi sampai beberes kantor pakai masker. Bayarannya Rp 50.000 sehari, lumayanlah buat berdua sampai anak lahir di tahun 2006,” tuturnya.

Tiga tahun menjalani kesederhanaan dengan istri yang juga masih menjalani kuliah di Universitas Indonesia, tiba-tiba di 2008 peristiwa yang mengubah seluruh hidupnya terjadi. Ayah mertuanya, seorang pengusaha batubara yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga istri meninggal dunia.

Sang ayah meninggalkan ibu mertua dan 3 adik istrinya yang masih kecil-kecil. Keluarga pun goyah karena tak ada lagi penopang keluarga, usaha sang ayah mertua pun tak ada yang bisa diteruskan. Andika dan keluarga kecilnya sendiri masih menumpang di rumah sang mertua.”Kalau hanya kerja untuk menafkahi saya dan anak sih, cukuplah. Tapi kan masih ada ibu dan adik yang kecil-kecil,” terangnya. Apalagi sebagai anak tertua, ia dan istri diberi amanat untuk menjaga adik-adik.

Tentu saja hanya mengandalkan gaji Rp 50.000 sehari untuk menghidupi 7 kepala dengan sejumlah kebutuhannya, jauh dari kata cukup. Akhirnya dengan berat hati, keduanya pun memutuskan untuk mengakhiri kuliah dan fokus mencari nafkah untuk keluarga.

Sebagai tahap awal, Andika menggadaikan motor ‘butut’nya dan memperoleh dana sebesar Rp 2 juta yang ia gunakan sebagai modal.Uang tersebut digunakan keduanya untuk menyewa toko kecil di pinggir jalan di kawasan Cimanggis, Depok. “Saya masih bekerja dan sering bolos, kami berdua menjual apa saja. Mulai jualan pulsa handphone, burger, seprai sampai cetak foto kami lakukan,” kenang Andika.

Kendati menggunakan dana tambahan dari simpanan sang ayah sekitar belasan juta, usaha pasangan tersebut tak berjalan mulus. “Jualan nggak laku-laku. Usaha pun hanya bertahan beberapa bulan saja, modal habis,” lanjutnya.

Tak putus asa, Andika pun membuka usaha travel. Ia membuat izin CV dengan nama First Karya Utama. Untuk memodali usahanya, keluarga sepakat untuk menggadaikan rumah satu-satunya peninggalan sang ayah ke bank.

Tanpa pengalaman yang cukup dan bermodal nekat, Andika dan istri memberanikan diri memutar Rp 50 juta uang pinjaman tersebut. Untuk izin usaha, alat-alat kantor dan sewa tempat, modal tersebut pun nyaris habis. “Kami itu hanya cari pasar orang-orang yang butuh tiket, kalau ada kami lempar lagi ke travel lain. Mulai door to door sampai yang ada di yellow pages kami hubungi, tak banyak hasil, uang habis untuk biaya telepon,” cetus ayah dari Nadira Azra Surachman ini.

Di bulan ke enam, pinjaman di bank pun sulit terbayar. “Akhirnya rumah disita bank, listrik pun diputus. Semua tetangga mencemooh,” seru Anniesa mengenang masa itu. Di momen inilah menurutnya menjadi titik balik untuk semangat dan membuktikan kepada orang-orang yang merendahkan keluarganya. Rumah yang digadaikan pun dijual dengan transaksi di bank. Sisa uang setelah dikurangi utang pokok, bunga dan denda tinggal Rp 10 juta. Akhirnya mereka pindah ke rumah petakan.

Andika yang dibantu istrinya, kembali door to door menawarkan jasa travel. Hampir semua area di Jabotabek sudah disambanginya. Cara menawarkan jasa lewat e-mail pun dicobanya. Sampai akhirnya ada tawaran dari seorang karyawan Bank Indonesia (BI) yang ingin berwisata ke Vietnam.”Ada sembilan orang, kami langsung full lempar sepenuhnya ke partner. Kami cari-cari partner travel di internet. Kami hanya cari margin sedikit,” jelasnya.

Dalam kurun waktu 2009-2010, usaha keduanya hanya mendapat sekitar 5 konsumen. Sampai di suatu saat, Andika mendapat kesempatan ikut pameran travel gratis dan memutuskan menawarkan paket umrah. Uniknya saat itu justru yang di dapat konsumen untuk pergi berwisata ke Lombok.

Dari situlah usahanya mulai menyebar dari mulut ke mulut. Sampai suatu ketika ia mendapat permintaan untuk umroh dari 127 pegawai Bank Indonesia dan 50 pegawai Pertamina. “Hanya berbekal baca-baca sejumlah literatur soal umrah, kami beranikan diri presentasi, ternyata malah bisa menyisihkan pesaing yang sudah berpengalaman dalam tender,” terangnya.

Singkatnya, tanggal 12 April 2012 jadi hari bersejarah buat pasangan ini. Mereka langsung menjadi guide dari tour tersebut. “Tak ada yang tahu kami suami istri. Tak ada yang tahu juga kami enggak punya pengalaman umrah,” kenang Andika.

Dengan beberapa kali berkilah dan bersandiwara sebagai seseorang yang profesional, akhirnya perjalanan perdana sebagai guide bisa dikatakan sukses. Mulai saat itu, sepanjang tahun 2012, mereka bisa memberangkatkan 800 orang. Di 2013, jumlah pelanggan bertambah menjadi 3.800 orang.”Di tahun ini, kami memberanikan diri untuk benar-benar profesional dengan mengajukan izin penyelenggara umrah ke Kemenag. Jadi kami tak perlu lagi mencari partner,”tandasnya.

Sempat Tertipu

Mau seberapa dalam kita jatuh, kita tetap harus bangun, meski harus dengan merangkak. Rintangan atau hambatan pasti ada, jadi jangan menyerah. “Membangun kerajaan bisnis bukanlah perkara mudah. Jatuh bangun menjadi menu wajib yang harus dilalui untuk menjadi besar,”Demikian prinsip yang diyakini oleh Andika.

Andika tidak sedang berbohong, faktanya dalam mengembangkan usaha travelnya hingga seperti sekarang, dirinya memang sempat beberapa kali ditipu oleh rekan bisnisnya. Di masa 2009-2010, tatkala Andika dan istrinya merangkak membangun bisnis travel, mereka pernah tertipu rekanan sendiri hingga ratusan juta rupiah. Menurut ceitanya, pernah ada teman yang datang merekomendasikan 6 orang untuk pergi haji melalui perusahaan kami. Ternyata justru uangnya dan paspor dibawa kabur. “Ya ngamuklah calon pelanggan itu. Mau tak mau kami harus menangungnya sampai meminjam sertifikat rumah karyawan, gadai mobil dan semacamnya. Cukup besar, 6 orang dikali US$ 5.000. Pendapatan pertama kami habis untuk menutup itu, bahkan masih kurang,” tuturnya.

Penipuan dan aksi catut nama bahkan tak berhenti ketka ia baru membangun usaha. Tatkala usaha sudah berjalan profesional dengan banyak karyawan dan sejumlah cabang, ada beberapa kejadian yang merugikan nama perusahaan. “Ada yang mengaku-ngaku First Travel dan mengumpulkan uang jamaah. Uang dibawa kabur, mereka protes ke sini. Satu dua kali kami mungkin tangani dengan cara kekeluargaan dengan yang menipu. Sekarang sih kami sudah pakai lawyer lah. Soalnya ini bisnis kepercayaan,” ucapnya.

Selain aksi tipu-tipu, persaingan bisnis wisata religi seperti umroh menurutnya juga tak terlepas dari persaingan bisnis yang sengit. “Meski berbau ibadah, persaingan tetap sengit. Dalam mengahadapi kompetitor sih kami lebih banyak diam meski ada black campaign. Biar orang yang membuktikan sendiri,” ujarnya.

Terbukti, kata Andika, makin lama jumlah pelanggan jasa umrohnya terus meningkat dengan pesat. First Travel bahkan menjadi agen perjalanan umroh dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia.

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, First Travel telah memberangkatkan 4500 jamaah umroh. Sementara dalam jangka waktu 3 tahun ke depan, calon jamaah umroh yang akan diberangkatkan First Travel telah mencapai lebih dari 100.000 jamaah. “Kami yak pernah mematok harga yang tinggi, bisa dibandingkan dengan yang lain, margin kami hanya dikisaran ratusan ribu,” ujarnya.

Jadwal pemberangkatan yang cukup variatif, memberikan fleksibilitas bagi calon jamaah untuk menentukan waktu keberangkatannya. Namun, meski tingkat keberangkatannya cukup tinggi hingga saat ini, jamaah umroh First Travel disyukurinya tidak pernah mengalami gagal berangkat, termasuk gagal karena pembatalan penerbangan.

Akhir tahun lalu, First Travel mendapat catatan Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai Rekor Manasik Umrah terbesar yang pernah ada di Indonesia. Travel ini akan memberangkatkan jamaah umroh sebesar 35 ribu jamaah, termasuk Reza Artamevia, Opick dan  penyanyi rap Muslim asal Amerika Serikat, Raef

Di tahun yang sama, First Travel juga berhasil meraih Award Business & Company Winner Award 2014, untuk kategori The Most TrustedTour & Travel. Selain kantor pusat, saat ini First Travel juga didukung dua kantor cabang yang berlokasi di kawasan Joglo, Srengseng, Jakarta Barat, serta di London, Inggris.

Melihat animo masyarakat yang tinggi, First Travel kemudian memroses pembukaan cabang-cabang baru, baik di Indonesia maupun di negara lain. “Kami juga akan buka perusahaan travel di Arab Saudi dan unit bisnis jasa handling di bandara Soekarno -Hatta,” paparnya.

Andika meyakini, prospek perjalanan umroh masih cerah. Hal itu dipicu dari panjangnya antrian warga yang ingin melakukan ibadah haji. ”Selama antrian untuk ibadah haji masih panjang, maka prospek perjalanan umroh tetap bagus,” pungkas Andika. (Windarto)

Back to top button