SOSOK

Firdaus Djaelani: Beken di Industri Keuangan, Mengakar di Komunitas

Firdaus Djaelani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (OJK)
Firdaus Djaelani Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (OJK)

Orang betawi kalau mau sukses harus bisa berbaur dan belajar dengan beragam etnis lainnya yang tinggal di Jakarta. Hanya dengan cara itu kita bisa meraih sukses menjadi tuan rumah di kampung sendiri.

Jakarta Review – Kendati sudah menjadi orang penting di Otoritas Jasa Keuangan tepatnya menjadi Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (OJK), sosok Firdaus Djaelani sejatinya sudah disibukan dengan berbagai aktifitas yang menyangkut pengawasan terhadap industri keuangan non bank seperti asuransi, pagadaian, dan perusahaan pembiayaan. Namun kesibukkannya tersebut tak pernah membuat dirinya lupa bahwa dirinya adalah orang betawi yang harus peduli terhadap perkembangan masyarakat dan budaya betawi.

Saya dan isteri adalah orang Betawi tulen alias orang Jakarta asli. Saya sendiri kelahiran Matraman, itu sebabnya saban tahun saya dan isteri nggak pernah mengenal ritual mudik ketika Lebaran tiba, canda Firdaus saat diwawancarai Jakarta Review.

Kepedulian itu dimulai saat dirinya kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) pada tahun 1978 lalu, Lelaki kelahiran Jakarta pada tanggal 17 Desember 1954 silam ini pernah mendirikan organisasi Mahasiswa berbasis etnis yang diberi nama Kelompok Mahasiswa Betawi (KMB). Kebetulan anak betawi yang kuliah di UI bisa dibilang minoritas. Saat itu dari berbagai fakultas kumpul 50 orang. Tapi nggak semuanya yang gabung ikutan aktif di organisasi, kenang Firdaus.

Ketika itu KMB kata Firdaus banyak melakukan berbagai aktifitas positif. Salah satu kegiatan yang menonjol adalah kegiatan bimbingan belajar kepada beberapa SMA yang ada di Jakarta, terutama yang banyak orang betawinya. Sasarannya tentu saja agar mereka bisa menembus ke perguruan tinggi negeri yang baik. Saat itu tahun 1980-an, lembaga kursus bimbingan belajar belum ada, jadi upaya yang kita lakukan itu mendapat sambutan luas dari para pelajar tersebut, ujar suami dari Ismawati ini.

Setelah tahun 1990-an, karena dikirim kuliah keluar negeri, ayah tiga orang anak ini mengaku nggak tahu lagi gimana perkembangannya kegiatan bimbelnya. Saya nggak tahu yang megang sekarang siapa, tapi sekarang sudah agak kuranglah karena sekarang kan bimbel-bimbel banyak, sekolah-sekolah juga bagus, jelas alumni SMA Negeri 8 Bukit Duri ini.

Sementara KMB sendiri lanjut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini masih eksis sampai sekarang. Hanya sekarang ini diakuinya tantangannya lebih berat. Kondisi masyarakat Jakarta generasi sekarang dengan jaman saya dulu sudah beda. Kalau dulu itu kita masih bisa bikin komisariat misalnya sampai di kampus-kampus, kalau sekarang sih sudah sulit semua orang juga sudah lahir di Jakarta.

Selesai menyelesaikan studi sarjananya di FEUI pada tahun 1981 Bang Daus begitu Firdaus biasa disapa kembali melanjutkan ke program pascasarjana dalam ilmu ekonomi Ekonomi di Ball State University, Indiana pada tahun 1988.

Sepulang dari negara Paman Sam, Wakil Ketua Bamus Betawi ini langsung menceburkan diri dalam pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil sebagai staf Departemen Keuangan pada 1981. Tahun 2001-2006, dia pernah menjabat Direktur Direktorat Asuransi Ditjen Lembaga. Saat itu Firdaus di bawah pimpinan Darmin Nasution, Dirjen Lembaga Keuangan sejak 2001 pula. Firdaus dan Darmin merupakan dua tokoh kunci yang dipercaya Menteri Keuangan untuk melahirkan Lembaga Penjamin Simpanan yang muncul pada 2004.

Pada 2005, Darmin menjadi Kepala Bapepam & LK sedangkan Firdaus ditunjuk masuk direksi LPS di bawah arahan Rudjito (eks Dirut BRI) dan Krisna Wijaya. Karier Bang daus kian mencorong, dan pada gilirannya pada tahun 2008, beliau diamanahi menjadi Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Saat itu Firdaus resmi menjabat Kepala Eksekutif LPS menggantikan Krisna Wijaya yang mengundurkan diri sejak 2 Januari 2008. Nah selama di LPS inilah, Bang Daus kian berkibar, lantaran dunia perpolitikan dan perbankan mengalami gejolak dahsyat akibat kebijakan terhadap penyelamatan atau proses bailout Bank Century yang menyedot duit negara Rp 6,7 triliun. Bahkan hingga saat ini kasus Bank Century masih bergelinjang tiada berkesudahan.

Meski bekutat dengan urusan pekerjaan dalam keketatan waktu, ini masih sempat menyediakan waktunya untuk ilmu pengetahuan. Itu sebabnya ia melanjutkan S3 di Universitas Gajah Mada Yogjakarta. Gelar doktor pun diraih Bang Daus dengan predikat ‘Cum Laude’ pada tanggal 31 Maret 2012.

Di industri asuransi, nama besar Firdaus tetap memiliki pijakan yang kuat, setidaknya dia masih dipercaya sebagai salah satu komisaris di beberapa perusahaan asuransi seperti PT Reasuransi Internasional Indonesia. Namun, keberhasilan Firdaus mengawal pendirian LPS tak berujung pada pendirian Lembaga Penjamin Polis, lembaga sejenis yang seharusnya juga dibutuhkan oleh industri asuransi. Jabatannya sebagai ketua LPS kini telah digantikan oleh Mirza Adityaswara.

Dukung Perda Pelestarian Budaya Betawi
Sebagai sosok yang sangat peduli kepada eksistensi budaya betawi, peraih gelar doktor dari UGM ini sangat mendukung upaya pelestarian budaya betawi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Misalnya upaya yang sempat dilakukan oleh Jokowi yang kala itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta yang ingin menghidupkan simbol-simbol kebetawian di Jakarta. Saat itu beliau meminta setiap gedung yang ada di Jakarta agar memasang hiasan betawi. Kemudian Jokowi juga meminta pegawai pemprov dki setiap hari jumat berpakaian betawi.

Menurutnya itu adalah hal yang sangat bagus, karena bagaimanapun sebuah daerah itu harus punya ikon budaya. Hanya saja yang kurang adalah implementasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerahnya. Misalnya Dinas Pariwisata bisa menggunakan mall untuk secara reguler sebulan sekali menggelar pementasan beragam kesenian betawi. Dengan demikian masyarakat Jakarta bisa lebih mengenal kesenian betawi seperti lenong, tanjidor dan marawis.Banyak mall di Jakarta kalau hal itu dilakukan dan itu dananya didukung oleh Pemprov sendiri, saya kira banyak mal yang akan setuju dan pada gilirannya itu akan sangat membantu mengenalkan budaya betawi kepada masyarakat luas secara lebih menarik, urai Firdaus.

Kini dengan telah disahkannya Peraturan Daerah mengenai pelestarian budaya betawi, maka menurut Firdaus dukungan terhadap pelestarian budaya betawi memiliki payung hukum yang lebih kuat. Apalagi nantinya juga akan dibuat kurikulum khusus mengenai budaya betawi yang akan menjadi muatan lokal di sekolah dasar yang ada di Jakarta. (win)

Back to top button