SOSOK

Hasbullah Thabrany: Anak Cawang, Pendekar Jaminan Kesehatan

Hasbullah Thabrani, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Anak Betawi Cawang dikenal ulet dalam menuntut ilmu padahal orang tuanya hanya seorang tukang jahit. Karena kegigihannya Hasbullah berhasil meraih gelar Doktor dibidang Health Policy and Administration dari University of California, Berkeley.

Jakarta Review – Memiliki pendidikan tinggi dengan gelar profesor dari perguruan tinggi ternama sejatinya bukanlah pencapaian mudah buat seorang putera asli Betawi ini. Namun karena tekad yang besar dan semangat belajar yang tinggi gelar profesor tersebut akhirnya bisa diperoleh oleh seorang Hasbullah Thabrany.

Setelah beberapa tahun menjabat sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat,lelaki kelahiran Cawang 21 Mei 1954 lalu ini kini didapuk sebagai Profesor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI). Tentu saja posisi tersebut sangat membanggakan.

Hasbullah bercerita layaknya anak betawi kebanyakan, melanjutkan pada sekolah tinggi bukanlah perkara mudah. Rekan sebayanya kebanyakan hanya tamatan tingkat SMA. Kalaupun sekolah tinggi biasanya pilihannya adalah sekolah agama (IAIN).

Kenyataan tersebut, tampaknya, sudah menjadi agenda setting pemerintahan Kolonial Belanda yang tak ingin masyarakat Betawi menjadi cendikiawan. Oleh Belanda masyarakat Betawi sendiri lebih ‘dimabukkan’ oleh selebrasi keagamaan, sementara pendidikan atau sekolah bukan bagian penting. Kakek saya malah sempat bilang kepada saya, daripada sekolah mendingan ngaji di madrasah, sekolah itu enggak penting karena itu adalah porsinya orang kafir, kenang sosok yang pernah aktif di Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) komisariat Universitas Indonesia (UI) ini.

Celakanya doktrin Belanda tersebut manjur lantaran pula mendapat topangan kultur masyarakat betawi yang lebih egaliter, tak mengenal kasta ningrat atau bangsawan. Karena itu, Hasbullah bersyukur, kedua orang tuanya terutama ibunya memberi restu dirinya bersekolah. Saya malah disuruh untuk sekolah sampai setinggi-tingginya, aku suami dari Rosyiana ini.

Akhirnya berkat restu kedua orang tuanya tersebut, Hasbullah lancar bersekolah. Di sekolah mulai dari SD hingga SMA ia selalu meraih prestasi yang membanggakan. Saat itu saya sekolah di dua tempat. Pertama sekolah negeri berikutnya sekolah keagamaan atau madrasah, aku mantan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia ini.

Kemudian Lulus dari SMA 14 Jakarta, Hasbullah mendaftarkan diri ketiga perguruan tinggi negeri (PTN) yang cukup ternama di Indonesia yakni UI, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Hebatnya, di ketiga perguruan tinggi tersebut Hasbullah lulus ujian seleksi, artinya dia bisa diterima di ketiga PTN tersebut.

Menerima berita tersebut, Hasbullah kini dihadapkan polemik pilihan. Kalau pun mengambil kuliah pada ketiga PTN tersebut tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Ibaranya saat itu untuk kuliah di Fakultas Kedokteran UI saya harus merelakan kehilangan satu unit sepeda motor Vespa, Jadi memang membutuhkan biaya yang mahal, ujar Hasbullah.

Dipusingkan dengan keadaan tersebut, akhirnya Hasbullah meminta pertimbangan ibunya untuk memutuskan pilihan tersebut. Dari pilihan sang Ibu, Hasbulah lantas lebih memilih kuliah di Fakultas Kedokteran UI ketimbang di ITB dan IPB. Karena sudah menjadi pilihan Ibu akhirnya saya nurut aja, kata Ibu kuliah di kedokteran kayanya lebih terhormat, padahal sebenarnya kalau boleh memilih sendiri saya lebih menyukai jurusan teknik kimia di ITB, terang Hasbullah.

Tertarik Kepada Jaminan Sosial
Lulus kedokteran, Hasbullah lalu sempat menjalani praktek dokter untuk menggantikan temannya di beberapa tempat. Namun dirinya kelihatannya tak nyaman dengan ruitinitas praktek dokter tersebut. Apalagi, dirinya menemui kondisi masyarakat yang saat itu kesulitan untuk membayar biaya pengobatan. Suatu waktu ada yang datang ke saya untuk berobat, lalu setelah itu dia bilang hanya mampu membayar jasa dokter namun enggak punya uang lagi untuk menebus obat. Fakta tersebut membuat saya miris, karena menurutnya percuma berobat kalau nggak bisa menebus obat, jelasnya.

Kenyataan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang kesulitan memenuhi biaya pengobatannya sangat membekas di hati Hasbullah. Menurutnya hal ini harus ditangani oleh negara dengan memberikan asuransi kesehatan kepada warga negaranya.

Ketertarikannya pada bidang kesehatan masyrakat ini juga yang mengantarkan Hasbullah terbang mengenyam pendidikan di University of California at Berkeley Amerika Serikat. Di kampus bonafit kepunyaan Paman Sam itu, ia mendalami masalah public health mulai master hingga akhirnya bergelar doktor.

Bekal S-2 yang menjadi bekalnya menyoroti bidang asuransi kesehatan yang belum berjalan dengan mulus di Indonesia. Sumber masalah kesehatan masyarakat, menurut Hasbullah, terkait dengan masalah minimnya pendanaan. Karena itu, asuransi merupakan jalan keluar yang paling memungkinkan untuk membantu masyarakat Asuransi kesehatan ini telah diterapkan di bebagai negara maju. Kesempatan memperdalam ilmu di Berkeley ditambah kesempatan bekerja di RAND Corporation, suatu lembaga riset terkemuka di dunia, membawanya pada kemantapan memperjuangkan perluasan cakupan asuransi kesehatan di Indonesia.

Menurut pandangan Hasbullah, suatu negara dapat maju bila masyarakatnya terlindungi oleh asuransi kesehatan. Bersama rekannya yang berpandangan sama mendesak pemerintah dan DPR untuk mensahkan UU SJSN, sehingga masyarakat benar-benar terlindungi kesehatannya.

SJSN sendiri lalu diaplikasikan dengan Askeskin yang kini berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), sehingga semua penduduk terlindungi oleh jaminan kesehatan. Hasbullah mengakui memang untuk bisa berjalan mulus. Menurutnya, suatu program tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat. Namun mengingat kepentingan masyarakat yang begitu besar untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, apapun kendalanya harus tetap dihadapi.

Sebagai contoh, misalnya untuk mendapatkan generasi muda yang andal di masa mendatang, perlu dipersiapkan sejak awal, dengan memberikan gizi, kesehatan, dan pendidikan yang cukup dan terjamin. Semua itu baginya tak lepas dari peran pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama bahu membahu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Hasbullah menilai, secara umum kinerja yang dilakukan oleh PT Askes (kini BPJS Kesehatan) dalam menjalankan misi SJSN dirasakan sudah cukup baik. Hanya saja masih perlu ditingkatkan pada masa mendatang. Sebab, masih cukup banyak anggota masyarakat, utamanya kelompok menengah yang belum tercakup dalam program SJSN, sehingga mereka akan jatuh miskin bila menderita sakit.

Yang paling sulit untuk mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan di Indonesia saat ini adalah sektor informal, seperti pedagang asongan dan pedagang kaki lima, karena dari kategori penduduk miskin mereka tidak termasuk. Dan dari kalangan mampu juga mereka tidak masuk. “Oleh karena itu, perlu ada aturan khusus, sehingga seluruh rakyat Indonesia mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan melalui SJSN yang sudah jalan cukup lama ini,” timpalnya. (Win)

Back to top button