Saefullah: Sang Pendidik Dipucuk Birokrasi DKI
Bersandar pada prinsip tanpa beban dalam melaksanakan amanah apapun yang diembannya, Ia tak pernah merasa khawatir akan kehilangan jabatan. Hasilnya, kini dia dipercaya menempati posisi sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta Review – Mengawali karir sebagai PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada tahun 1984 dengan Ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA), sejatinya Saefullah hanyalah pegawai biasa dengan pangkat golongan 2A. Karena itu, dirinya tak pernah menyangka akan menggapai posisi seperti yang dicapainya saat ini sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta.
Alumni IKIP Muhammadiyah jurusan Sejarah tahun 1988 ini terpilih dengan menyisihkan sejumlah nama beken sebut saja Deputi Gubernur bidang Pariwisata dan Kebudayaan Sylviana Murni dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekda DKI Jakarta Wiriyatmoko Haryatmo yang lebih diunggulkan untuk menduduki posisi Sekda.
Kini setelah menduduki posisi Sekda, sejumlah pihak dari partai politik dan lembaga swadaya masyarakat menilai kinerja Saefullah sebagai Sekda juga sudah cukup bagus. Namun pria asli Betawi tak mau ambil pusing dengan pujian dan sokongan dari berbagai pihak tersebut.
“Prinsipnya, saya hanya berusaha melaksanakan tugas yang diamantkan dengan sebaik-baiknya, dan nggak pernah berpikir macam-macam mengenai jabatan,” ujar pria kelahiran Sungai Kendal, Rorotan, Jakarta Utara, 11 Februari 1964 ini.
Ya, Saefullah memang sosok yang sederhana dan selalu tanpa beban dalam melaksanakan amanah. Dalam kamus hidupnya, Ia tak pernah merasa khawatir akan kehilangan jabatan dan selalu nothing to lose dalam menjalankan tugas apapun yang diembannya. Jika hari ini tak lagi menjabat Sekda, saya sudah siap.
“Bagi saya, jabatan adalah amanah yang harus dijaga dengan baik melalui keseriusan kerja dan taat aturan,”ucap Saefullah.
Saefullah tidak sedang berkata bohong. Sejak usia belia, mantan Walikota Jakarta Pusat ini mengaku enggan bercita-cita tinggi, apalagi menjadi Sekda. Maklum, dirinya hanyalah orang biasa, bukan berasal dari keluarga pejabat atau konglomerat. Tak heran, bila sejak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ia hanya berpikir bagaimana caranya agar selepas Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa langsung bekerja. Karenanya, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) menjadi pilihan untuk melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.
Kala itu, rekan-rekan seusianya memilih melanjutkan ke SMA dan Sekolah Teknik Menengah (STM). Sementara ia mantap memilih SPG 4, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Lulus SPG tahun 1982, langsung jadi guru honorer dan tahun 1984 diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIA, sebagai guru SD di bilangan Manggarai, Jakarta Pusat.
Meski gaji PNS yang didapat pas-pasan namun ia nekat menikahi wanita pujaannya. Karena nggak mungkin bisa hidup di tengah kota dengan penghasilan Rp35 ribu per bulan, ia lalu pindah mengajar ke Marunda, Jakarta Utara.
“Di Marunda, biaya hidupnya lebih rendah dibanding di Manggarai, Jakarta Pusat,” kenang Saefullah.
Sebagai PNS, karir ayah dari Fatwa Arifah (29), Islah Muttaqien (27), Mutia Khaerani (20), dan Muhammad Syaifurrahman (10) ini, terbilang mulus. Setelah delapan tahun mengabdi sebagai guru, kemudian ia diangkat sebagai Kepala SD dan enam tahun berikutnya menjadi penilik (pengawas) TK-SD.
Pada tahun 2003, Ia diangkat menjadi Kepala Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Dasar Jakarta Barat dan selang setahun ditunjuk jadi Kepala Subdinas SLTP, DKI Jakarta selama empat tahun. Di tahun 2008, ia sudah menjabat sebagai Wakil Kepala Dinas Pendidikan Dasar, DKI Jakarta dan tahun 2009 sebagai Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda, DKI Jakarta. Tahun 2010 setelah ikut psikotes sebagai salah satu calon Walikota Jakarta Pusat, ia lulus dan menjabat Walikota Jakarta Pusat hingga 2014. Kini Ketua PWNU DKI Jakarta ini dipercaya menjadi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Ingin Bangun Sekolah Kejuruan
Diakui pria yang merupakan salah satu tokoh Betawi ini, perjalanan karirnya yang terbilang selama ini tak terlepas dari dukungan keluarga terutama doa dari orang tua.
“Apa yang saya raih selama ini merupakan berkah doa ibu (almarhumah). Ibu saya, ibadahnya rajin. Saya bersyukur, beliau tak pernah luput mendoakan putra-putrinya, termasuk saya,” tuturnya haru.
Karenanya, ia masih ingin terus membalas budi baik orang tuanya, meskipun sudah tiada. Caranya dengan terus berbuat baik terhadap sesama dan berupaya memberikan manfaat sebanyak mungkin bagi masyarakat. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat diantara kalian.
“Saat pensiun nanti, saya ingin punya yayasan pendidikan dan anak yatim. Melalui yayasan, saya bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat, meskipun sudah tidak menjadi pejabat,” tukasnya tersenyum.
Lama beraktifitas di dunia pendidikan tampaknya membuat sosok Saefullah sangat peduli terhadap perkembangan dunia pendidikan. Sebagai wujud nyata kepedulian tersebut beliau berencana membangun sekolah SMK dalam waktu dekat. Rencananya, sekolah tersebut akan dibangun di tempat kelahirannya kawasan Rorotan, Jakarta Utara.
“Sekolah ini nantinya bisa sarana pendidikan bagi warga Rorotan khususnya dan warga sekitar pada umumnya. Kita harus mempersiapkan diri sejak dini di era yang akan datang dengan keterampilan dasar agar cucu kita kelak bisa bersaing,” terangnya.
Dirinya berharap, sekolah tersebut kelak mendapat dukungan dari masyarakat. Sebab, katanya, hal tersebut merupakan cita-citanya sejak lama.
“Saya ingin sekolah itu nantinya tidak hanya bermanfaat bagi saya, tapi juga masyarakat bagi umumnya. Saya berharap, rencana ini bisa segera terwujud dalam waktu dekat,” papar Saefullah.
Demi mempersiapkan generasi yang unggul di masa yang akan datang, sambung Bang Ipul, Rasulullah sendiri pernah berpesan agar jangan tinggalkan generasi penerus dalam keadaan yang lemah, dalam hal ini ilmu pengetahuan dan pendidikan.
“Momen Ramadhan kali ini kita jadikan pedoman dan tuntutan untuk menyikapi persoalan hidup kita, semuanya harus sebanding dan sesuai dengan yang diajarkan dalam Al Quran,” pesan Bang Ipul. (tim jakrev)