Sekjen HMS: Pembelian Helikopter AW101 Cederai Program Nawacita
Jakarta Review (Jakarta) – Sekretaris Jenderal Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho menilai rencana pembelian helikopter AgustaWestland AW101 menggantikan helikopter Superpuma untuk menunjang aktifitas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ini kurang tepat. Apalagi rencana pembelian 1 dari 3 heli buatan Italia tersebut akan menggunakan skema hutang luar negeri.
“Dalam situasi penerimaan pajak di APBN terancam shortfall mencapai Rp.300 triliun, melanjutkan rencana pembelian tersebut hanya pemborosan saja,” ujar Suami dari Diana Ayuningtyas ini kepada Jakarta Review.
Hardjuno menambahkan, sejatinya dirinya bukannya tidak mendukung rencana pembelian heli asal Italia tersebut. Apalagi heli kepresidenan sebelumnya yaitu Superpuma buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), sudah digunakan sejak tahun 2002. Jadi memang sudah layak untuk diganti. Namun dalam situasi sekarang akan lebih bijak jika mengganti heli lama tersebut dengan heli sejenis keluaran terbaru.
“Rencana pembelian ini pemborosan dan akan membuat rakyat sakit hati. Kenapa seorang presiden dan tamu kenegaraan harus menggunakan heli yang per unitnya kisaran harganya kurang lebih 300 miliar. Kenapa nggak beli Superpuma keluaran terbaru saja. Kalau diteruskan boleh jadi akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Jokowi,” cetus Lulusan S2 Ilmu Politik Universitas Moestopo Beragama ini.
Kalau tidak memiliki cukup dana lanjut Hardjuno, pemerintah seharusnya tidak memaksakan diri untuk tetap membeli heli buatan Italia tersebut. Apalagi berdasarkan amanah UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, sejatinya pemerintah diharuskan mengedepankan produksi nasional dalam pengadaan alutsista. Kecuali jika produk tersebut belum bisa dihasilkan oleh Industri dalam negeri. Jadi mengacu pada beleid tersebut, seharusnya akan lebih bijak bila Presiden Jokowi menggunakan produk dalam negeri saja yang selama ini sudah diproduksi oleh PTDI.
“Dengan membeli produk buatan PTDI, Presiden dengan sendirinya akan menghemat anggaran negara dan membantu penguatan Industri nasional,” tandas entrepreneur di bidang otomotif dan jasa angkutan mobil dan motor besar ini.
Selain itu dari sisi manfaat lanjut Hardjuno, heli asal Italia ini menggunakan mesin Rolls Royce Turbo. Pertanyaannya, kenapa bukan mobil kepresidenan saja yang menggunakan mesin Rolls Royce dan tidak menggunakan Mercy S 600 seperti sekarang. Bukankah, presiden pasti akan lebih sering naik mobilnya ketimbang helikopter, kelakarnya.
“Saya nggak mau APBN 2016 yang akan datang ada program pembelian heli ini. Saat rakyat susah payah nyetor pajak ke APBN, lalu duit yang terkumpul digunakan untuk beli heli. Yang benar saja,” jelasnya.
Selama ini Jokowi dikenal sebagai sosok presiden yang pro rakyat. Lihat saja fasilitas yang bersifat memboroskan sudah banyak yang dikurangi. Jadi sebetulnya dengan rencana pembelian heli ini, jadi agak aneh juga.
Bukan Pak Jokowi banget deh pokoknya. Lha wong ada mobil Jepang dan Eropa saja beliau tetap memilih menggunakan Mobil Esemka produksi anak-anak SMK di Solo. Ibaratnya kalau dibolehkan oleh aturan protokoler, saya kira Pak Jokowi juga akan tetap memilih menggunakan Esemka sebagai mobil kepresidenan, paparnya.
Karena itu mumpung masih ada peluang, karena pembelian heli AW101 ini dilakukan secara bertahap mulai tahun 2015-2019. Ada baiknya Presiden Jokowi membatalkan pembelian heli tersebut. Dengan demikian, beliau kembali ke citra dirinya yang sederhana dan concern kepada Nawacita. Bilamana sangat diperlukan melakukan peremajaan Heli Superpuma tahun produksi 2002, mungkin sebaiknya tetap diganti dengan Superpuma heli asal Perancis yang lisensinya dipegang oleh PTDI yang produksi tahun 2015.
Ibaratnya mobil dinas kepresidenan dari sejak jaman Presiden RI Pertama menggunakan Mercedes Benz ya sampai sekarang tetap Mercedes Benz kan ? bukan ganti Rolls Royce di era Pak Jokowi yang pro Rakyat. Kalau untuk kepentingan TNI AU dalam menunjang pertahanan keamanan udara, jika memang sangat diperlukan pasti rakyat mendukung, seperti halnya pembelian heli ini juga satu paket dengan pembelian heli angkut berat.
Namun jika untuk kepentingan Presiden, Wakil Presiden dan ataupun Tamu VVIP Kenegaraan, justru kita harus lebih bangga dengan Produksi PTDI. Saya kira heli Superpuma juga sudah cukup, dan bahkan 32 Kepala Negara lain telah menggunakan Superpuma termasuk Amerika. Sementara ironisnya AW101 justru hanya digunakan oleh 4 Kepala Negara termasuk Arab Saudi. Apakah Indonesia mau menjadi Negara ke-5 di tengah situasi masyarakat yang sekarat bahkan sebagian sudah melarat.
Lain ceritanya jika pembelian heli tersebut tidak menggunakan APBN. Akan lebih baik jika pemerintah bisa mendesak para obligor BLBI yang sejak tahun 2003 ditetapkannya Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Presiden Megawati, para obligor tersebut menikmati subsidi bunga obligasi rekap sebesar Rp.60 triliun per tahun. Kalau ini pilihan terakhir ini yang dilakukan, saya pikir rakyat akan lebih menerima. (win)